Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) dinilai belum memberikan hasil yang optimal bagi pelaku usaha nasional.
Meski telah melalui proses negosiasi, produk ekspor Indonesia tetap dikenai tarif dasar sebesar 19% oleh pemerintahan Donald Trump.
Baca Juga: Tiongkok-Amerika Bersiap Saling Adu Tinju di Pasar AI
Angka ini hampir setara dengan tarif yang dikenakan kepada negara-negara yang tidak memiliki perjanjian dagang dengan AS, yakni di kisaran 15%–20%.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menilai, situasi ini seharusnya menjadi momentum untuk mempercepat pembenahan fundamental iklim usaha dalam negeri.
Menurut Shinta, tarif tinggi seharusnya menjadi pemicu pemerintah untuk menurunkan berbagai hambatan struktural yang selama ini menekan daya saing Indonesia.
“Biaya logistik Indonesia mencapai 23% dari PDB, tertinggi di ASEAN, jauh di atas Malaysia (13%) dan Singapura (8%),” ungkap Shinta kepada Kontan.co.id, Kamis (31/7/2025).
Selain itu, suku bunga pinjaman usaha di Indonesia masih berada di kisaran 8%–14%, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata negara ASEAN yang hanya 4%–6%.
Baca Juga: Trump Beri Tarif 15% – 20% bagi Negara yang Tak Nego, Tantangan Baru bagi Indonesia?
Shinta menegaskan bahwa selain memperkuat diplomasi dagang, pemerintah perlu segera menyelesaikan persoalan dalam negeri seperti kompleksitas perizinan, ketidakpastian hukum, serta minimnya stimulus dan insentif usaha.
Isu-isu tersebut terutama berdampak besar pada sektor-sektor padat karya seperti tekstil, furnitur, dan perikanan yang sangat bergantung pada pasar ekspor.
Selanjutnya: Tiongkok-Amerika Bersiap Saling Adu Tinju di Pasar AI
Menarik Dibaca: Jelang Maybank Marathon 2025, Ini Cara Jaga Ritme dan Kuatkan Mental!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News