kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Target penurunan angka kemiskinan hingga 6,5% pada 2024 dinilai tak realistis


Selasa, 11 Februari 2020 / 17:24 WIB
Target penurunan angka kemiskinan hingga 6,5% pada 2024 dinilai tak realistis
ILUSTRASI. Warga berjalan di dekat kali yang dipenuhi sampah di Jln. Jati Bunder, Kel. Kebon Melati, Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat , Selasa (5/9/2017).


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, telah menetapkan target tingkat kemiskinan akan menjadi 7% hingga 6,5% pada akhir tahun 2024.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, tingkat kemiskinan yang ditargetkan pemerintah tersebut tidak realistis. Hal ini disebabkan rentang waktu yang tersisa terlalu pendek.

"Itu kan hanya 4 tahun untuk menurunkan sampai 6,5%, sementara untuk menurunkan tingkat kemiskinan 1% saja membutuhkan waktu bertahun-tahun. Apalagi, kalau semakin rendah tingkat kemiskinannya, untuk menurunkannya akan semakin sulit," ujar Faisal kepada Kontan, Selasa (11/2).

Baca Juga: Ma'ruf Amin mengakui tidak mudah turunkan angka stunting hingga 14%

Menurut Faisal, sulitnya menurunkan angka kemiskinan ini adalah karena biasanya orang-orang yang paling miskin berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Inilah yang membuat pemerintah sulit melakukan intervensi, seperti menyalurkan bantuan sosial, memberikan dana desa, hingga membangun infrastruktur.

Lebih lanjut, Faisal mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada angka semata dan puas bila angka masyarakat miskin dan sangat miskin terus menurun.

Dia menyebut, saat ini jumlah masyarakat miskin dan sangat miskin memang terus mengalami pengurangan, tetapi masyarakat yang rentan miskin dan hampir miskin justru menunjukkan peningkatan.

Baca Juga: Menko PMK inginkan data akurat untuk turunkan kemiskinan dan stunting

Menurut Faisal, masyarakat dengan kategori rentan miskin dan hampir miskin ini rentan kembali ke kategori miskin dan sangat miskin bila terjadi guncangan ekonomi, mulai dari perlambatan ekonomi, adanya virus corona, hingga bila bantuan sosial yang diberikan terlambat.

Supaya pengurangan kemiskinan bisa lebih efektif, Faisal pun menyarankan agar pemerintah mengevaluasi program pengentasan kemiskinan yang ada, dengan tidak menjadikan bantuan sosial sebagai jalan utama untuk mengurangi kemiskinan.

"Dengan bansos dan pemberian kartu-kartu mungkin akan mengangkat masyarakat kategori miskin ke rentan miskin, tetapi tidak sustain. Ini memperbaiki  statistik saja, realitasnya masih banyak yang miskin," tutur Faisal.

Menurut Faisal, akan lebih baik bila pemerintah fokus pada penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan. Namun, lapangan kerja tersebut pun harus sesuai dengan kemampuan dan keterampilan masyrakat dengan kategori miskin.

Baca Juga: Strategi pemerintah turunkan kemiskinan hingga 6,5% pada 2024

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengakui dalam pengentasan kemiskinan, pemerintah perlu melakukan evaluasi kebiajakn lantaran banyak kebijakan tersebut yang dianggap yang tak tepat sasaran. Hal ini disebabkan tidak adanya kesatuan data.

Faisal berpendapat, dengan adanya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) saat ini, data kemiskinan sudah semakin valid. Namun, dia juga tak menampik bahwa data kemiskinan bersifat dinamis. Karena itu, dibutuhkan pembaharuan data dengan frekuensi reguler. Pembaharuan data ini pun sangat bergantung dengan kerja sama dengan daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×