Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menambahkan, pihaknya juga terus menggenjot efisiensi. Termasuk dengan melakukan negosiasi bersama stakeholders terkait, seperti dengan PLN dan Telkom.
"Cost overrun menjadi tanggung jawab dari BUMN, sponsor baik dari Indonesia maupun China. Tapi mestinya masih bisa di negosaisikan, bahwa CDB bisa bantu untuk turut mendanai cost overrun," ujar Dwiyana.
Kejar Target Desember 2022
Dari sisi progres pengerjaan, hingga Oktober 2021 proyek dengan rel sepanjang 142,3 kilometer ini sudah mencapai 79,31%. Pemerintah pun mematok target agar bisa beroperasi komersial alias Commercial Operation Date (COD) pada Desember 2022.
Menurut Didiek, target tersebut juga untuk menyambut penyelenggaraan Forum G20 yang akan digelar di Indonesia pada akhir tahun depan. "Saat G20 nanti, tugas ini harus selesai di tahun depan," ujarnya.
KCJB nantinya akan memiliki empat stasiun, yakni di Halim, Karawang, Padalarang dan Tegalluar. Menurut Dwiyana, penentuan stasiun KCJB ini juga mempertimbangkan pengembangan ekonomi dan kawasan yang ada di Provinsi Jawa Barat, serta mengakomodasi sistem integrasi antar moda transportasi.
"Kami ingin bisa sebanyak-banyaknya memindahkan penumpang yang selama ini menggunakan jalan raya ke kereta cepat. Dampaknya akan signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah dan nasional," ujar Dwiyana.
Baca Juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung langsung tancap gas setelah kantongi komitmen PMN
Saat ini, KCIC sedang melakukan forecasting dengan mempertimbangkan kondisi demand setelah pandemi covid-19. Hal ini diperlukan untuk memproyeksikan pola operasi KCJB serta penentuan tiket dan skema harganya.
Dalam proyeksi awal, tiket KCJB diestimasikan sebesar Rp 250.000 - Rp 350.000. "Tapi kami akan ada strategi tarif untuk menghimpun penumpang yang lebih banyak lagi. Misalnya ada diferensiasi tarif untuk hari tertentu bisa Rp 180.000. Kami juga mencoba untuk lebih melihat secara lebih riil situasi demand setelah pandemi," sebut Dwiyana.
Mengenai masa pengembalian investasi, Didiek menambahkan bahwa pihaknya masih melakukan kalkulasi. Namun dalam estimasi awal, masa balik modal ditaksir bisa mencapai 40 tahun atau tidak lebih dari masa konsesi. Berkaca dari sejumlah jalur kereta lainnya, Didiek pun yakin, KCJB akan diminati.
Dia mencontohkan, KRL Yogyakarta-Solo kini memiliki sekitar 11.000 penumpang, jauh melonjak dibanding sebelumnya yang hanya berkisar 3.000-4.000 penumpang. Begitu juga dengan KRL Jabodetabek yang memiliki penumpang sekitar 1,2 juta setiap harinya.
"Kami lagi selesaikan feasibility study-nya. tapi masalah balik modal itu kan tergantung skema tarifnya, jumlah penumpang dan pertumbuhan ekonomi setiap tahun. Kami sih optimis, harapannya kan tidak melebihi konsesi," imbuh Didiek.
Selanjutnya: Ini penyebab biaya proyek kereta cepat dan MRT membengkak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News