Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi global rentan tergelincir ke dalam jurang resesi di tahun 2023. Indonesia perlu upaya ekstra untuk tetap menjaga progres pemulihan ekonomi tetap dalam jalurnya.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan insentif bagi masyarakat maupun dunia usaha.
“Di tengah tekanan resesi ekonomi global, efek stimulus pemerintah masih sangat diperlukan. Perlu ada relaksasi atau stimulus lagi bagi masyarakat maupun dunia usaha, di saat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sudah selesai,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, MInggu (6/11).
Bhima menyebutnya paket anti resesi. Menurut ia, paket anti resesi ini setidaknya bisa senilai 7% produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 700 triliun hingga Rp 750 triliun.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal III-2022 Masih Tembus 5%, Ini Kata Ekonom
Paket anti resesi ini bisa diberikan bagi masyarakat lewat program perlindungan sosial. Sisanya, bisa digunakan dalam bentuk insentif perpajakan maupun insentif non pajak.
Untuk menyelamatkan laju dunia usaha, stimulus perlu diberikan secara tepat kepada sektor-sektor usaha prioritas. Terutama mereka yang berdampak pada serapan tenaga kerja, sektor konsumsi, maupun sektor yang memiliki efek ganda luas pada sektor usaha lainnya.
“Jadi, kalau memang nantinya paket PEN expired, tetap harus ada paket kebijakan anti resesi. Tanpa adanya ini, tidak ada jaring pengaman yang proporsional bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk menghadapi tantangan 2023 dan ke depan,” tandas Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News