Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus melakukan program hilirisasi karena memberikan nilai tambah bagi negara. Setelah menghentikan ekspor bahan mentah nikel pada 2022, Juni 2023 nanti pemerintah Indonesia akan menghentikan ekspor raw material dari bauksit.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, langkah Indonesia terhadap ekspor bahan mentah nikel direspons dengan gugatan dari Uni Eropa ke organisasi perdagangan dunia (WTO). Dan Indonesia kalah dari gugatan yang dilayangkan Uni Eropa terhadap ekspor nikel.
Namun, Presiden meminta jajarannya untuk tak gentar melawan jika terjadi gugatan terhadap langkah Indonesia menghentikan ekspor bahan mentah. Dimana setelah nikel tahun ini Indonesia berencana menghentikan ekspor raw material dari bauksit.
"Kita kalah digugat oleh Uni Eropa. Tapi saya sampaikan pada menteri jangan juga berhenti, lawan, sehingga kita banding. Enggak tahu nanti kalau banding kalah lagi. Tapi kalau kita belok, sekali lagi jangan harap negara ini menjadi negara maju. Ini bauksit nanti bulan Juni kita stop. Nanti digugat lagi, kita pasti ada gugat lagi, ya kita lawan lagi, kalah ya tetap maju terus. Jangan kalah kita belok," tegas Jokowi dalam Pembukaan Muktamar PP Pemuda Muhammadiyah, Rabu (22/2).
Baca Juga: Ini Alasan Jokowi Lanjutkan Kebijakan Larangan Ekspor untuk Hilirisasi
Jokowi menegaskan, upaya Indonesia menghentikan ekspor raw material seperti nikel dan nantinya bauksit tak berarti negara menutup diri. Namun, Ia meminta jika ada negara yang ingin memproduksi produk yang bahan mentahnya dari Indonesia, harus dilakukan di sini.
"Kita itu terbuka, tapi jangan paksa kita untuk mengekspor bahan mentah, nggak mau kita. Kalau kamu ingin memproduksi katoda, precusor, panel surya, silahkan datang ke Indonesia kita terbuka. Kurang apa kita? kamu boleh bekerja sama dengan perusahaan di Indonesia, kamu boleh bekerja sama dengan BUMN Indonesia, kamu juga boleh mendirikan sendiri di Indonesia juga tidak apa-apa. Tetapi industrimu pabrikmu itu ada di Indonesia bukan ada di Eropa," jelasnya.
Hal tersebut dilakukan agar sumber daya alam yang ada di Indonesia juga memberikan nilai tambah yang lebih bagi negara dan masyarakat di sini. Dimana pada akhirnya, nilai tambah dari pelarangan ekspor bahan mentah akan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya di Indonesia.
"Karena dari situlah kita akan mendapatkan sebuah manfaat yang sangat besar. Kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat kita. Larinya ke sana," imbuhnya.
Ia menerangkan, dengan Indonesia melakukan hilirisasi nikel menjadi ev baterai nilai tambah bisa menjadi 67 kali. Kemudian bauksit menjadi panel surya miliki nilai tambah 194 kali. Tembaga menjadi elektromotor memiliki nilai tambah hingga 77 kali dibandingkan hanya diekspor sebagai bahan mentah.
Selanjutnya, hilirisasi timah menjadi komponen elektro PBC dapat ciptakan nilai tambah hingga 69 kali. Gas alam yang dijadikan pupuk bisa meningkatkan nilai tambah 4 kali dibandingkan hanya ekspor raw material.
Baca Juga: Pemerintah dan Pelaku Usaha Akan Genjot Ekspor Produk Kayu ke Amerika Serikat"Belum yang kelautan, belum yang perkebunan. Mau kita terus-terusan ekspor bahan mentah? nggak setop. Ini nanti yang akan rakyat mendapatkan kesempatan kerja,"paparnya.
Setelah melakukan penghentian ekspor bahan mentah nikel di 2020, Jokowi mengatakan nilai ekspornya pada 2022 melompat menjadi Rp 450 triliun dari sebelumnya hanya Rp 17 triliun.
Dari peningkatan tersebut negara mendapatkan berlipat-lipat penerimaan dari pajak perusahaan, pajak karyawan, royalti, penerimaan negara bukan pajak (PNPB) dan bea ekspor. Kemudian lapangan kerja akan bertambah dengan adanya hilirisasi industrinya di sini.
Dari sana negara mendapatkan penerimaan bertambah yang akan ditransfer lagi ke daerah, untuk dana desa hingga bantuan sosial. Jadi adanya penghentian ekspor raw material negara dan masyarakat diklaim akan mendapatkan nila tambah yang lebih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News