kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.489   45,00   0,29%
  • IDX 7.736   0,93   0,01%
  • KOMPAS100 1.201   -0,35   -0,03%
  • LQ45 958   -0,50   -0,05%
  • ISSI 233   0,21   0,09%
  • IDX30 492   -0,18   -0,04%
  • IDXHIDIV20 591   0,64   0,11%
  • IDX80 137   0,04   0,03%
  • IDXV30 143   0,27   0,19%
  • IDXQ30 164   0,00   0,00%

Tabungan Masyarakat Kelas Bawah Menipis, Dipakai untuk Berbelanja


Senin, 25 September 2023 / 18:41 WIB
Tabungan Masyarakat Kelas Bawah Menipis, Dipakai untuk Berbelanja
ILUSTRASI. Pengunjung memilih produk alas kaki pada gerai pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (8/11/2022). (KONTAN/Fransiskus Simbolon)


Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data Mandiri Institute menunjukkan, data belanja masyarakat kelompok bawah justru lebih tinggi dari belanja kelompok menengah dan atas. 

Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengungkapkan, indeks belanja kelompok masyarakat kelas bawah hingga 3 September 2023 sebesar 246,9, atau meningkat dari akhir Agustus 2023 yang sebesar 203,3. 

Sedangkan indeks belanja masyarakat kelompok menengah tercatat 148,9 per 3 September 2023, justru menurun dari 185,9 pada akhir Agustus 2023.  Indeks masyarakat kelas atas tercatat sebesar 116,9 hingga 3 September 2023, atau naik dibandingkan 141,1 per akhir Agustus 2023. 

Yudo juga mengklaim, indeks belanja masyarakat kelas bawah ini bahkan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan dengan level pra pandemi Covid-19.  Sayangnya, di tengah lonjakan konsumsi masyarakat kelas bawah, justru sumber dana yang digunakan untuk berbelanja bukan hanya berasal dari pendapatan saja. 

Baca Juga: PMA Diperkirakan Turun pada Tahun Politik, Investor Domestik Harus Diprioritaskan

Namun, ini juga menguras tabungan mereka. Terlihat dari indeks tabungan per 3 September 2023 yang sebesar 75,7. Bahkan, ini terus berada dalam tren menurun sejak April 2023, di mana pada waktu itu hampir menyentuh indeks 100.

Yudo menyebut, fenomena ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya, kebutuhan belanja masyarakat kelas bawah yang meningkat di tengah pendapatan yang stagnan. 

"Belanja masyarakat kelas ini meningkat cukup tinggi, tetapi di satu sisi pendapatan hanya konstan. Sehingga, mereka menarik tabungannya," terang Yudo kepada Kontan.co.id, Senin (25/9). 

Dalam hal ini, pemerintah juga sebenarnya telah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat miskin. Yang seharusnya, bisa menambah kekuatan masyarakat dalam berbelanja. 

Namun, Yudo juga melihat ada perkembangan belanja masyarakat kelas bawah. Yang semula fokusnya adalah bahan pokok, tetapi juga kini terlihat ada peningkatan belanja mobilitas, perlengkapan rumah tangga, dan elektronik. 

Ia memerinci, masyarakat kelompok ini mengeluarkan sekitar 9,3% alokasi belanja untuk mobilitas. Sedangkan kita tahu harga transportasi merangkak naik sehingga ini menggerus porsi pendapatan mereka. 

Kemudian, belanja perlengkapan rumah tangga memegang porsi sekitar 4,1% dari total belanja. Disusul dengan keperluan merekaakan keperluan elektronik. 

Baca Juga: Dirjen Pajak Curhat Target Penerimaan Pajak Terus Naik karena Hal Ini

Sehingga, "inilah yang kemudian membuat keperluan mereka membengkak. Sehingga, bantuan yang telah diberikan pemerintah tidak mengkompensasi sepenuhnya pengeluaran, dan mereka harus mengambil tabungan," tambah Yudo. 

Selain keperluan masyarakat tersebut, Yudo juga tak menutup kemungkinan kenaikan harga (inflasi) membuat belanja mereka membengkak dan menyedot tabungan. 

Ke depan, memang ada kekhawatiran dari Yudo bahwa tingkat belanja masyarakat kelas bawah akan melambat, seiring dengan makin tipisnya tabungan mereka. 

Ia pun memberikan imbauan agar pemerintah tetap turun tangan dalam menjaga kelompok masyarakat tersebut. 

Bisa dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, bantuan sosial perlu untuk tetap dilanjutkan, dengan lebih tepat sasaran. 

Kedua, bantuan pangan bersifat barang. Bila pemerintah hanya memberi uang tunai, bisa saja besaran uang tunai tersebut lebih rendah dari harga pangan yang bergerak di pasar, sehingga mau tak mau masyarakat kelompok bawah merogoh kocek sendiri. 

Namun, Yudo memberi catatan kualitas bantuan pangan yang diberikan pemerintah harus baik. Karena selama ini salah satu masalah yang dihadapi adalah kualitas bantuan barang yang diberikan. 

Ketiga, kebijakan fiskal yang siap dalam menghadapi potensi kenaikan inflasi. Salah satunya, inflasi energi. Karena saat ini, harga minyak mulai mendidih dan bisa saja menyundut harga bahan bakar minyak (BBM). 

Selain itu, Yudo juga menyarankan pemerintah menekan biaya logistik. Karena biaya logistik ini bisa jadi salah satu pemicu kenaikan harga. 

Keempat, penciptaan lapangan kerja yang makin masif. Ini untuk menjaga agar pendapatan masyarakat kelas bawah tetap ada. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK

[X]
×