Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Panitia Khusus (Pansus) DPR RI akhirnya menyetujui Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Treaty on Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters between the Republic of Indonesia and The Swiss Confederation antara Indonesia dengan Swiss.
Adapun Pansus yang merupakan gabungan dari Komisi I dan Komisi II serta pemerintah.
Ketua Pansus sekaligus Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sahroni mengetuk palu tanda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut usai seluruh fraksi menyetujui dan memberi catatan terhadap RUU MLA RI-Swiss ini pada Kamis (2/7 lalu.
Mewakili Pemerintah, hadir Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan delegasi Kementerian Luar Negeri.
Sahroni mengatakan, DPR memandang bahwa RUU MLA RI-Swiss ini sangat menguntungkan bagi Indonesia. Undang-Undang tersebut nantinya akan menjadi platform kerja sama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi (asset recovery).
“Alhamdulillah ini berjalan lancar ya. Ini untuk kebaikan bersama kedua negara agar bilamana kita punya Undang-Undang terkait masalah timbal balik ini mempunyai dasar yang cukup kuat. Walaupun prosesnya cukup lumayan lama tapi akhirnya atas komitmen bersama bisa selesai,” ujar politisi Fraksi Partai Nasdem tersebut seperti yang dikutip Kontan.co.id dari laman resmi DPR, Selasa (7/7).
Sahroni menyatakan bahwa Swiss merupakan financial center terbesar di Eropa serta memiliki teknologi informasi yang mumpuni, sehingga Indonesia sangat membutuhkan hal tersebut.
“Sangat strategis. Sebenarnya teknologinya dari Swiss sudah canggih, Cuma di Indonesia agak lambat karena informasi data yang tidak akurat, UU ini tentu akan memudahkan kita,” jelas dia.
Perjanjian ini terdiri dari 39 pasal, yang mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Sejalan dengan itu, perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia, dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.
Perjanjian MLA RI-Swiss terwujud melalui dua kali putaran, pertama dilakukan di Bali pada tahun 2015. Kedua pada tahun 2017 di Bern, Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal-pasal yang belum disepakati di perundingan pertama.
Selanjutnya hasil penandatanganan ini akan dibawa ke tingkat II untuk disahkan dalam Rapat Paripurna pada 14 Juli 2020 mendatang..
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News