kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Survei LSI: 34% masyarakat menilai gratifikasi hal yang wajar


Senin, 10 Desember 2018 / 18:04 WIB
Survei LSI: 34% masyarakat menilai gratifikasi hal yang wajar
ILUSTRASI. Ilustrasi Pemberian Uang Sogok


Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan, mayoritas warga yakni 63%, menilai pemberian uang atau hadiah ketika berhubungan dengan instansi pemerintah adalah tindakan yang tidak wajar.

Hasil Survei Nasional: Tren Persepsi Publik tentang Korupsi di Indonesia ini, dijabarkan oleh peneliti LSI, Burhanuddin Muhtadi di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Senin (10/12).

Survei ini dilakukan selama 8-24 Oktober 2018 berdasarkan survei itu, masih ada responden yang mengatakan pemberian uang atau hadiah yang merupakan suap atau gratifikasi itu wajar. Sekitar 34% responden menjawab wajar dan 3% tidak tahu. Dibanding tahun lalu toleransi terhadap suap dan gratifikasi cenderung naik.

LSI juga menemukan bahwa hasil survei ini berkorelasi dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan transaksi uang dengan pemerintah dan lembaga yang lain, maka semakin masyarakat menganggap gratifikasi itu sesuatu yang wajar.

“Ini yang masih menjadi PR pemerintah,” kata Burhanuddin dalam pemaparannya Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Senin (10/12).

Walaupun mayoritas warga (55%) berpendapat bahwa kolusi/nepotisme adalah tindakan yang negatif, dengan rincian, sekitar 12% menjawab tindakan tersebut merupakan sebuah kejahatan dan 43% menjawab perbuatan tidak etis.

Sementara sekitar 39% warga masih menilai tindakan kolusi/nepotisme bukan tindakan negatif. 9% Responden berpersepsi tindakan kolusi/nepotisme masih perlu dilakukan untuk memperlancar suatu proses dan 30% responden menjawab hal itu tindakan normal.

Sejalan dengan itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo mengatakan ada paradok yang terjadi pada persepsi masyarakat. Ia menganggap bahwa masyarakat selalu menilai korupsi itu dari jumlahnya. Sedangkan petty corruption dianggap sesuatu hal yang wajar.

“Ada paradox, publik mempersepsikan korupsi sesuatu yang besar. Karena selalu ditonjolkan OTT KPK,” kata Adnan di acara yang sama.

Padahal menurut Adnan, banyak terjadi ketika masyarakat berinteraksi dengan lembaga pemerintah dan terjadi pemberian-pemberian di sana, tetapi tidak dianggap praktik korupsi sebab jumlah uang yang terlibat kecil.

Ini menjadi pertanyaan ICW apakah pemerintah juga akan berfokus pada kasus ini dan memasukkannya ke dalam skenario Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

“Mereka tidak anggap itu korupsi. Padahal tagline KPK kecil besar juga korupsi. Ini apakah akan dimasukkan ke dalam skenario Stranas ke depan,” kata Adnan mempertanyakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×