Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Luky mengatakan, selian mengandalkan SAL, Pemerintah menyiapkan buffer alias penyangga pembiayaan berupa pinjaman tunai dari lembaga multilateral dan bilateral.
“Penerbitan di pasar domestik diupayakan menyasar lebih banyak investor domestik, termasuk investor SBN ritel, dengan besaran penerbitan yang akan disesuaikan dengan kebutuhan kas,” jelasnya.
Adapun Pemerintah menargetkan pembiayaan utang pada tahun depan sebesar Rp 696,3 triliun. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan target pembiayaan utang yang ada dalam APBN 2022 yakni Rp 870,5 triliun maupun outlook di tahun ini yang sebesar Rp 757,6 triliun.
Baca Juga: Kemenkeu Catat Utang Pemerintah Capai Rp 7.040 Triliun pada April 2022
Sebagian besar pembiayaan utang tahun 2023 akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Instrumen pinjaman tersebut, akan lebih banyak dimanfaatkan terutama untuk mendorong kegiatan atau proyek prioritas pemerintah.
Rencana pembiayaan utang sebagian besar rencananya dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah–panjang.
Lebih lanjut, Pembiayaan utang juga diharapkan dapat mendukung tercapainya kebijakan tersebut melalui peran utang sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Mau Beban Lebih Ringan, Rem Dulu Nafsu Berutang
Dalam pengelolaan utang, pemerintah terus berkomitmen akan mengedepankan prinsip kehati-hatian, menjaga agar selalu dalam koridor kesinambungan fiskal, dan memperhatikan kerentanan risiko fiskal.
Adanya batasan rasio utang 60% terhadap PDB dan batasan defisit APBN 3% terhadap PDB merupakan cerminan disiplin fiskal agar utang pemerintah tetap terkendali dan aman bagi keberlangsungan fiskal jangka Panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News