Reporter: Ghina Ghaliya Quddus, Grace Olivia | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Pemimpin dunia yang menghadiri pertemuan tahunan International Moneter Fund (IMF)-World Bank (WB) di Bali menyerukan penghentian perang dagang yang diawali Amerika Serikat dengan China. Sebab tidak ada yang diuntungkan oleh perang dagang, bahkan merugikan perekonomian global.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan, ketegangan perdagangan dapat mengurangi 1% produk domestik bruto (PDB) global hingga 2019. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hingga akhir tahun ini sebesar 3,7%, turun dari proyeksi sebelumnya pada April yang sebesar 3,9%.
Begitu juga pertumbuhan ekonomi tahun depan yang diperkirakan hanya sebesar 3,7%. "Kita perlu mengurangi sengketa ini. Itu berarti memperbaiki sistem, bersama-sama," jelas Lagarde dalam Rapat Pleno IMF-WB di Bali, Jumat (12/10).
Seruan juga datang dalam rapat perkumpulan 20 negara dengan PDB terbesar dunia (G20) yang berlangsung di sela-sela pertemuan IMF-WB di Nusa Dua Bali. Nicolas Dujovne, Menteri Keuangan Argentina yang menjadi Ketua G20, menyatakan G20 dapat memainkan peran dalam menyediakan wadah untuk diskusi. Namun demikian, perbedaan yang masih ada ini harus diselesaikan oleh anggota yang terlibat langsung dalam ketegangan tersebut.
Dunia tenggelam
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan Rapat IMF-WB juga menegaskan perang dagang harus diakhiri. Pasalnya, dalam rivalitas perekonomian, baik yang menang maupun kalah akan menghadapi permasalahan serius. "Tidak ada artinya jadi kekuatan ekonomi terbesar tapi di tengah dunia yang tenggelam," ujar Jokowi.
Perekonomian yang tenggelam merupakan cerminan negara-negara emerging market yang terimbas perang dagang. Perekonomian emerging market, termasuk Indonesia, tertekan. Bahkan beberapa negara sudah terkena krisis, seperti Argentina.
Padahal, setiap negara sudah bersiap mengantisipasi perang dagang. Termasuk Indonesia, yang antara lain menggenjot ekspor ke pasar alternatif, melonggarkan insentif fiskal bagi industri berorientasi ekspor, mempermudah investasi, hingga memperluas biodiesel 20% (B20) untuk menekan defisit impor.
Namun, efek perang dagang tetap tidak bisa dihindarkan. Lihat saja, kebangkitan ekspor tahun 2017 dibanding dengan 2016 gagal berlanjut tahun ini. Hingga Agustus 2018, ekspor hanya naik 10,39% year on year (yoy). Padahal periode yang sama tahun lalu tumbuh 16,28%.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, seruan saja tidak cukup menghentikan perang dagang Amerika dan China. Menurut ia, pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali harusnya melahirkan konsensus menolak perang dagang, maupun kebijakan lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi global. "Seharusnya membentuk pakta, atau inisiatif untuk menekan kebijakan proteksionis AS dan China," jelas Enny.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani khawatir, tanpa hasil kongkret, perang dagang akan terus berlanjut. Akibatnya, laju ekonomi global kian lambat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News