Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Standard Chartered Bank memproyeksi perlambatan ekonomi global tahun 2019. Menurut Standard Chartered, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama dialami tiga negara raksasa ekonomi yakni Amerika Serikat (AS), China, dan kawasan Eropa.
Melalui laporan Global Focus - Economic Outlook 2019, Kamis (24/1), Standard Chartered memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 dari 3,8% menjadi 3,6%. Proyeksi ini sejalan dengan pertumbuhan tiga negara perekonomian raksasa dunia yang diyakini akan menyusut sepanjang tahun ini.
Head of ASEAN Economic Research Standard Chartered Edward LeeĀ menjelaskan, laju pertumbuhan ekonomi AS akan melambat dari 2,9% menjadi 2,6% di 2019. Selain itu, The Federal Reserve juga diperkirakan akan menahan posisi suku bunga acuannya sepanjang paruh pertama tahun ini.
"Tapi, pasar tenaga kerja AS sejauh ini tetap solid dan ini bisa menjadi faktor yang mendorong The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan di semester-II 2019," ujar Edward, Kamis (24/1).
Ia memperkirakan, The Fed akan kembali mengerek suku bunga acuan (Fed Fund Rates) sebanyak dua kali di semester kedua 2019, dengan besaran masing-masing 25 basis poin (bps).
Sementara, laju pertumbuhan ekonomi China juga diprediksi akan kembali tumbuh moderat dari sebelumnya 6,6% menjadi 6,4%. Di samping perang dagang, faktor lain yang memengaruhi perlambatan Negeri Panda ini ialah upayanya mengurangi utang (deleveraging) dan kebijakan pembatasan properti (property restrictions) untuk mencegah bubble.
"Kalau China mau boost lagi pertumbuhannya, mereka sebenarnya bisa saja melonggarkan kedua kebijakan ini. Jadi, perlambatan ekonomi China bisa dikatakan terjadi by-design, di luar masalah trade war" terang Edward. Ia pun memprediksi, China akan kembali memangkas reserve requirement ratio (RRR) untuk perbankan sebesar 200 bps di tahun ini.
Setali tiga uang, pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa juga diperkirakan akan turun dari 1,9% menjadi hanya 1,4% sepanjang 2019. Perlambatan di Eropa didorong oleh besarnya ketidakpastian politik, terutama soal Brexit antara Inggris dan Uni Eropa, serta perlambatan aktivitas perdagangan yang dialaminya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News