Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani masih yakin, defisit sampai akhir tahun akan bisa dijaga maksimum di level 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun, dia menyadari, masih ada risiko yang bisa mengganggu target tersebut.
Salah satunya, jika selisih penerimaan pajak dengan target (shortfall) lebih besar ketimbang perkiraan. Saat ini, pemeirntah memperkirakan realisasi penerimaan negara, terutama perpajakan akan shortfall sebesar Rp 219 triliun, dari target APBN-P 2016.
Dalam APBN-P 2016 lalu, pemerintah mematok target peneriomaan perpajakan, yang merupakan gabungan antara penerimaan pajak dan bea cukai sebesar Rp 1.539,2 triliun. Sehingga, kemungkinan realisasinya hanya sebesar Rp 1.320,2 triliun.
Menurut Sri, penerimaan bea cukai paling mungkin mengalami pelebaran shortfall. Pasalnya, pemerintah tahun ini belum bisa menerapkan bea cukai baru, yaitu kemasan plastik. Alasan lain, rendahnya kegiatan perdagangan, terutama di sisi impor dalam beberapa kuartal terakhir yang menggerus penerimaan Bea Masuk.
Sementara di sisi penerimaan, Sri mengaku masih terus memonitor perkembangan pengampunan pajak atau tax amnesty dan realisasi penerimaan pajak rutin.
Cara lain, penghematan yang dilakukan kementerian/lembaga (K/L) tidak boleh dibelanjakan lagi, tetapi harus masuk ke kas negara, untuk menambah ruang fiskal.
"Jika sampai shortfall melebar, kita pastikan defisit tetap 2,7%," ujar Sri, Senin (19/12).
Namun demikian, Sri menegaskan, dia tidak mau target-target tersebut meleset. Bahkan, pihaknya sudah secara jelas menginstruksikan jajaran otoritas pajak dari level atas hingga Kepala Kanwil, untuk fokus pada dua hal; amnesti pajak dan penerimaan rutin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News