Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada Januari 2019 menjadi US$ 56,55 per barel atau di bawah asumsi makro US$ 70 per barel diharapkan tak berdampak luas terhadap Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun ini.
Meski dampak penerunan ini telah terlihat dimana pada anuari 2019 PNBP turun -4,08% menjadi Rp 18,3 triliun year on year (yoy). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penurunan ini lebih disebabkan oleh penerimaan PNBP lainnya yang mengalami penurunan sebesar 9,63% atau dari Rp 9 triliun di Januari 2018 menjadi Rp 8,2 triliun tahun ini.
Meski harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada Januari lalu sebesar US$ 56,55 per barel atau lebih rendah dibandingkan asumsi makro yang menetapkan ICP sebesar US$ 70 per barel. Tetapi penerimaan PNBP dari sektor SDA tak terlalu jauh berbeda dengan tahun lalu, dimana penerimaannya tumbuh 0,69% menjadi Rp 9,8 triliun.
Tahun ini pemerintah telah menargetkan PNBP sebesar Rp 378,29 triliun lebih tinggi fari target APBN tahun lalu yang sebesar Rp 275,42 triliun. Bila dirinci, target penerimaan SDA sebesar Rp 190,75 triliun diantaranya dari sektor migas sebesar Rp 159,77 triliun, dan sektor non migas sebesar Rp 30,97 triliun.
Pemerintah juga menetapkan target pendapatan dari KND sebesar Rp 45,58 triliun, penerimaan PNBP lainnya sebesar Rp 94,06 triliun dan pendapatan BLU sebesar Rp 47,8 triliun.
Tahun lalu, penerimaan PNBP lebih tinggi dari target bahkan realisasinya mencapai 146% dari target APBN, hal ini khususnya dikarenakan meningkatkan rata-rata harga komoditas yakni harga minyak bumi dan batu bara.
Meski sampai Januari harga minyak masih lebih rendah dari asumsi, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak, Wawan Sunarjo berharap target PNBP tahun ini tetap mencapai target walau akan menghadapi kendala. "Semoga tercapai, meskipun kalau tidak ada kenaikan harga ICP dan batubara, akan berat," ujar Wawan kepada Kontan.co.id, Jumat (22/2).
Meski begitu, Wawan pun menjelaskan pihaknya akan berupaya mengejar target tersebut. Salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan pajak dan bea cukai untuk melakukan joint analysis. Dari data yang dimiliki, pemerintah akan bisa melakukan perbandingan antara setoran royalti dengan dokumen ekspor hingga laporan keuangan yang dimiliki oleh pajak.
"Diharapkan compliance wajib bayar akan meningkat, dan di sisi lain ada kemungkinan adanya piutang pajak atau PNBP, atau bea impor," tambah Wawan.
Untuk mengantisipasi penurunan penerimaan PNBP secara keseluruhan terutama migas, Wawan mengatakan, pihaknya akan terus berupaya memperbaiki sistem dan prosedur kerja khususnya untuk SDA non migas. Dia mengatakan, target penerimaan dari Minerba, BLU dan PNBP lainnya diperkirakan masih tercapai.
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Askolani mengatakan, untuk memperkirakan penerimaan PNBP, maka harus melihat perkembangan penerimaan hingga 6 bulan berjalan. Hal ini dikarenakan perkembangan indikator makronya dapat terus berubah seiring dengan perkembangna global yang terus berfluktuatif.
"Jadi sabar ya, terlalu dini kalau hanya melihat dari 2 bulan berjalan, 10 bulan lagi masih panjang dan dapat berfluktuatif," tandas Askolani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News