kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani: Ada Tiga Poin Penting Dalam Penyusunan Kebijakan Makro dan Fiskal 2023


Jumat, 20 Mei 2022 / 16:12 WIB
Sri Mulyani: Ada Tiga Poin Penting Dalam Penyusunan Kebijakan Makro dan Fiskal 2023
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pengantar kebijakan makro dan fiskal tahun anggaran 2023.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pengantar dan keterangan pemerintah atas Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) tahun anggaran 2023 dalam Sidang Paripurna DPR, Jumat (20/5).

Sri Mulyani mengatakan, penyusunan KEM PPKF tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya karena beberapa hal.

Pertama, KEM PPKF 2023 disusun pada saat pandemi Covid-19 yang telah menginjak tahun yang ketiga dan akan memasuki tahap transisi ke periode endemik dan normal baru.

“Oleh karena itu, rancangan KEM PPKF dirancang searah dengan tahap transisi tersebut dalam rangka untuk mengantisipasi perubahan baru yang muncul akibat terjadinya Covid dan pasca Covid,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2023, Jumat (20/5).

Baca Juga: Sri Mulyani: Defisit APBN 2023 Ditekan ke 2,61%-2,90%, Utang Terkendali

Kedua, penyusunan KEM PPKF 2023 dilakukan pada saat kondisi lingkungan global sedang bergejolak dengan ketidakpastian yang tinggi.

Menurut Sri Mulyani, ada dua tantangan besar akibat hal tersebut. Yakni, lonjakan inflasi global karena kenaikan harga-harga komoditas akibat disrupsi suplai maupun perang yang terjadi di Ukraina. Serta percepatan pengetatan kebijakan moneter global khususnya di Amerika Serikat (AS) yang menaikkan kenaikan suku bunga.

Ketiga, KEM PPKF 2023 disusun dan disiapkan sebagai baseline baru kebijakan makro ekonomi fiskal pasca implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang merupakan undang-undang dalam menangani kondisi pandemi. Pada UU Nomor 2 Tahun 2020 mengamanatkan bahwa defisit APBN harus kembali di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2023.

“Selain itu, dukungan pembiayaan dari Bank Indonesia melalui skema burden sharing juga akan berakhir pada tahun ini,” kata Sri Mulyani.

Kebijakan ekonomi makro dan fiskal tahun 2023 juga difokuskan pada peningkatan kualitas SDM, akselerasi pembangunan infrastruktur, memantapkan reformasi birokrasi dan simplifikasi regulasi, revitalisasi industri, dan pembangunan ekonomi hijau.

Baca Juga: Transaksi Berjalan Surplus, Tapi Neraca Pembayaran Indonesia Defisit pada Kuartal I

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×