Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2023, kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Sri Mulyani mengajukan, defisit APBN diarahkan kembali di bawah 3%, yakni antara 2,61% sampai dengan 2,90% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Patokan ini, Lebih rendah dari perkiraan defisit tahun ini yaitu 4,5% PDB.
Menurutnya, dengan asumsi defisit tersebut, maka rasio utang, akan tetap terkendali dalam batas manageable di kisaran 40,58% sampai dengan 42,42% PDB. “Defisit dan rasio utang akan tetap dikendalikan dalam batas aman sekaligus mendorong keseimbangan primer yang positif,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna Bersama DPR, Jumat (20/5).
Menurutnya, melalui akselerasi pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan reformasi fiskal maka diharapkan kebijakan fiskal 2023 tetap efektif mendukung pemulihan ekonomi namun tetap sustainable.
Baca Juga: Berikut Indikator Ekonomi Makro pada 2023 yang Diusulkan Pemerintah Kepada DPR
Kemudian, pendapatan negara diasumsikan akan meningkat dalam kisaran 11,19% sampai dengan 11,70% PDB, belanja negara akan mencapai 13,80% sampai dengan 14,60% PDB, serta keseimbangan primer yang mulai bergerak menuju positif di kisaran -0,46% sampai dengan -0,65% PDB.
Adapun, dengan pengelolaan fiskal yang sehat disertai dengan efektivitas stimulus kepada transformasi ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat, tingkat pengangguran terbuka tahun 2023 dapat ditekan dalam kisaran 5,3% hingga 6,0%.
Sementara itu, angka kemiskinan akan berada dalam rentang 7,5% hingga 8,5%, rasio gini dalam kisaran 0,375 hingga 0,378 serta Indeks Pembangunan Manusia dalam rentang 73,31 hingga 73,49.
Selain itu Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga ditingkatkan untuk mencapai kisaran masing-masing 103 sampai dengan 105 dan 106 sampai dengan 107.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, sebagai konsekuensi atas kebijakan fiskal yang ekspansif dan terukur, maka postur APBN tahun 2023 masih akan defisit. Namun, pengelolaan pembiayaan untuk menutup financing gap tersebut akan dilakukan secara efisien, hati-hati, dan berkelanjutan (sustainable).
Baca Juga: Sri Mulyani: Kalau Anggaran Subsidi Tidak Naik, Harga BBM dan Listrik yang Naik
Kebijakan pembiayaan investasi akan terus dilakukan dengan memberdayakan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sovereign Wealth Funds (SWF), Special Mission Vehicle (SMV), dan Badan Layanan Umum (BLU) dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, UMKM, dan UMi.
Pemerintah juga akan terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News