Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan dicabutnya moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi merupakan langkah yang pragmatis dalam penyerapan tenaga kerja di tengah maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Idealnya Pemerintah tidak terburu-buru melakukan moratorium, kita harus ingat bahwa Presiden SBY melakukan moratorium karena mudhorot pengiriman TKI ke Saudi Arabia yang lebih besar daripada manfaatnya,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (17/3).
Wijayanto berpandangan, dengan dibukanya moratorium ini mayoritas pekerja yang dikirim yakni Asisten Rumah Tangga (ART), di mana menurutnya mereka sangat terekspose terhadap perlakuan buruk.
Baca Juga: Menteri PPMI: Prabowo Setuju Cabut Moratorium Pengiriman TKI ke Arab Saudi
“Apalagi saat perlindungan hukum dari Pemerintah kita belum bisa diharapkan. Hal lain, sebagai bangsa, kita sebenarnya sedang mempertaruhkan harga diri kita di dunia internasional. Jadi, sebaiknya dipikirkan masak-masak,” terangnya.
Di sisi lain, Wijayanto mengungkapkan, dengan kuota pengiriman PMI ke luar negeri yang sebesar 600.000 orang di tahun ini, tambahan remitansi negara bisa mencapai Rp 20 triliun. Ini dengan asumsi besaran upah sebesar Rp 5,5 juta dan 50% dikirim ke tanah air.
“Tetapi biaya yang harus ditanggung, dalam konteks risiko kerja, keluarga dan pendidikan anak-anak yang terbengkalai, serta imej bangsa dan lain-lain, saya rasa lebih besar dari sekedar Rp 20 triliun,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo telah menyetujui pencabutan moratorium tersebut.
Meski demikian, Karding menyebut, pemerintah tetap membuka kemungkinan untuk memberlakukan kembali moratorium jika di kemudian hari ditemukan persoalan yang membahayakan pekerja migran Indonesia.
Baca Juga: Hadapi Kompetisi, Perusahaan di Indonesia Didorong Meningkatkan Skill Karyawan
“InsyaAllah pencabutan moratorium akan dilakukan pada Maret 2025. Mudah-mudahan tidak ada kendala, rencananya sekitar tanggal 20,” jelasnya di Jakarta, Jumat (14/3).
Karding mengungkapkan, pemerintah juga berencana mengubah skema pengiriman PMI. Jika sebelumnya sekitar 80% dari total pekerja yang dikirim bekerja di sektor domestik, ke depan angka ini akan dikurangi menjadi sekitar 60%.
“Jumlah pengiriman tergantung pada kesiapan kita. Saat ini, kuota yang diberikan mencapai 600.000 orang, dengan rincian 400.000 untuk sektor domestik dan 200.000 untuk sektor tenaga terampil (skilled workers),” ungkapnya.
Di sisi lain, dia bilang, Indonesia dapat mengirimkan sebanyak 425.000 pekerja migran pada tahun 2026. Di mana saat ini permintaan tenaga kerja (job order) dari luar negeri mencapai 1,7 juta orang.
“Remitansi yang masuk setiap tahun rata-rata cukup besar. Pada 2024 lalu, totalnya mencapai Rp 251 triliun," kata dia.
Untuk itu, Karding menegaskan bahwa pemerintah akan meningkatkan jumlah pengiriman pekerja migran guna mendorong peningkatan remitansi di dalam negeri.
Baca Juga: Moratorium TKI ke Arab Saudi Dibuka Maret, Ekonom: Penyumbang Terbesar Remitansi
Selanjutnya: Ini Cara Bayar Zakat Fitrah dan Mal Online, Ketentuan, sampai Contoh Perhitungan
Menarik Dibaca: Manfaat Alpukat untuk Penderita Asam Urat, Ini Penjelasannya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News