Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan mencabut moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi pada Maret 2025 ini.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan bahwa pekerja migran Indonesia di Arab Saudi merupakan penyumbang terbesar untuk remitansi negara.
“Dibukanya moratorium, pertama dapat meningkatkan remitansi dan kedua mampu menekan pekerja ilegal,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (17/3).
Baca Juga: Menteri PPMI: Prabowo Setuju Cabut Moratorium Pengiriman TKI ke Arab Saudi
Huda menilai Arab Saudi menjadi negara tujuan favorit pekerja migran Indonesia, maka tak jarang para pekerja begitu berminat mendapatkan kesempatan tersebut meski lewat jalur ilegal.
Menurutnya, dengan legalitas lewat pencabutan moratorium merupakan langkah untuk meningkatkan penetrasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
“Terlebih saat ini ada tren #KaburAjaDulu yang menggiatkan pekerja muda untuk bekerja di luar negeri. Tujuan favorit memang di Jepang dan Malaysia, tapi seiring kebutuhan akan tenaga kerja di Arab Saudi, saya rasa pekerja muda juga bisa melirik Arab Saudi menjadi tempat favorit,” terangnya.
Lebih lanjut, Huda berpandangan, dibukanya moratorium ini harus diiringi dengan peningkatan pengiriman tenaga kerja juga pekerjaan yang berkualitas. Menurutnya, saat ini para pekerja sebagian besar belum mendapatkan pekerjaan yang berkualitas.
“Maka memang bukan hanya PRT saja nanti kita bisa mengekspor talenta yang berkualitas. Meskipun memang ada kekhawatiran braindrain, tapi saya rasa melepas talenta ke luar negeri bukan sesuatu yang buruk,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo telah menyetujui pencabutan moratorium tersebut. Ke depan, pemerintah juga akan menyiapkan skema pelatihan bagi PMI yang akan diberangkatkan.
Karding mengungkapkan, pemerintah juga berencana mengubah skema pengiriman PMI. Jika sebelumnya sekitar 80% dari total pekerja yang dikirim bekerja di sektor domestik, ke depan angka ini akan dikurangi menjadi sekitar 60%.
Baca Juga: Momen Keemasan APJATI: Bersama Menyongsong Indonesia Emas
“Jumlah pengiriman tergantung pada kesiapan kita. Saat ini, kuota yang diberikan mencapai 600.000 orang, dengan rincian 400.000 untuk sektor domestik dan 200.000 untuk sektor tenaga terampil (skilled workers),” jelasnya di Jakarta, Jumat (14/3).
Di sisi lain, Karding menyebut, Indonesia dapat mengirimkan sebanyak 425.000 pekerja migran pada tahun 2026. Di mana saat ini permintaan tenaga kerja (job order) dari luar negeri mencapai 1,7 juta orang.
“Remitansi yang masuk setiap tahun rata-rata cukup besar. Pada 2024 lalu, totalnya mencapai Rp 251 triliun," kata dia.
Untuk itu, Karding menegaskan bahwa pemerintah akan meningkatkan jumlah pengiriman pekerja migran guna mendorong peningkatan remitansi di dalam negeri.
"Tahun depan, 2026, kami menargetkan penempatan 425.000 tenaga kerja dengan estimasi remitansi mencapai sekitar Rp 439 triliun," tuturnya.
Ia juga menekankan bahwa peningkatan remitansi akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurutnya, setiap kenaikan 1% dalam pertumbuhan ekonomi dapat menyerap sekitar 800.000 tenaga kerja serta menurunkan angka pengangguran hingga 6,1%.
Selanjutnya: Januari-Februari 2025, Indonesia Tak Mengekspor Bijih Tembaga dan Konsentrat
Menarik Dibaca: 6 Ramuan Herbal Asam Urat yang Alami dan Sehat, Boleh Dicoba
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News