Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan, mudahnya koruptor lalu lalang di Indonesia menjadi tamparan keras bagi penegak hukum.
Menurut ICW, kasus Djoko Tjandra menunjukkan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) tidak memiliki kemampuan dalam melacak keberadaan koruptor kelas kakap tersebut. Mulai dari masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, membuktikan bahwa instrumen intelijen tidak bekerja secara optimal.
Baca Juga: Bantu buron Djoko Tjandra, eks pejabat Bareskrim terancam penjara 6 tahun
ICW meminta Presiden Joko Widodo segera memberhentikan Kepala BIN, Budi Gunawan, jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia namun tidak disampaikan kepada Presiden dan penegak hukum.
"Presiden Joko Widodo harus segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Budi Gunawan, karena terbukti gagal dalam mendeteksi buronan kasus korupsi, Djoko Tjandra, sehingga yang bersangkutan dapat dengan mudah berpergian di Indonesia," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/7).
Merujuk pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2020, negara memberikan alokasi anggaran kepada BIN sebesar Rp 7,4 triliun yang mana Rp 2 triliun diantaranya digunakan untuk operasi intelijen luar negeri. Selain itu, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp 1,9 triliun untuk modernisasi peralatan teknologi intelijen.
Baca Juga: ICW: Pengacara Djoko Tjandra agar segera diproses hukum
"Besarnya anggaran yang diterima dengan masih banyaknya jumlah buronan yang berkeliaran tidak linear dengan kinerja BIN," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News