kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal Asian Agri, pengadilan dinilai salahi UU


Senin, 10 November 2014 / 15:11 WIB
Soal Asian Agri, pengadilan dinilai salahi UU
ILUSTRASI. Masjid Agung Banten menjadi ikon sejarah di kota Serang yang letaknya berada di kawasan kota lama.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Guru Besar Hukum Pajak Muhammad Djafar Saidi menilai putusan Pengadilan Pajak yang menolak memproses banding dua perusahaan Grup Asian Agri (AAG) merupakan kesalahan besar karena penyelesaian sengketa pajak secara khusus diatur dalam ranah hukum perpajakan.
 
“Ada kesalahan Pengadilan Pajak terkait putusan tidak dapat diterima atas banding dua perusahaan Grup Asian Agri. Banding tak boleh ditolak dan harus diproses terus sampai pada putusan final,” kata Djafar dalam keterangannya yang dipublikasikan, Senin (10/11) untuk menanggapi pendapat berbeda (dissenting opinion) dari satu hakim pajak.
 
Menurutnya, salah besar kalau Pengadilan Pajak menganggap bahwa ketetapan Ditjen Pajak (DJP) itu berada dalam ranah administrasi negara. Sengketa atas ketetapan pajak, tandasnya, jelas berada dalam lapangan hukum pajak dan hukum pajak berbeda dengan hukum tata usaha negara (TUN)
 
Pendapat senada terungkap dalam buku kajian tentang lembaga penyelesaian sengketa perpajakan yang disusun oleh tim kerja yang diketuai Dosen Pascasarjana UI  dan  mantan Direktur PBB Ditjen Pajak Tjip Ismail. Disebutkan bahwa Peradilan TUN sebagai badan peradilan pajak administrasi negara bersifat lex generalis. Sementara Peradilan pajak sebagai peradilan khusus bidang perpajakan bersifat lex spesialis.
 
“Bahwa putusan badan peradilan pajak bukan putusan TUN. Kalau ada perbedaan diantara pengaturan  dalam PTUN dan peradilan pajak, harusnya mengacu ke UU No. 14/2002 dibanding peradilan TUN yaitu UU No. 51/2009,” ujarnya.
 
Dalam putusan yang dibacakan Rabu lalu (11/5), dua majelis yang masing-masing berisi tiga hakim Pengadilan Pajak tidak secara bulat memutuskan bahwa banding dari dua perusahaan Asian Agri tidak dapat diterima.

Hakim anggota di dua majelis itu, Djangkung Sudjarwadi yang merupakan satu-satunya hakim majelis dengan latar belakang hukum, berpendapat berbeda.
 
Mantan fiskus bergelar Sarjana Hukum dan Master Hukum (LLM) ini menyatakan Pengadilan Pajak berwenang untuk untuk mengadili sengketa dan proses dilanjutkan ke pemeriksaan materi. Alasannya, kata dia, terbanding (Ditjen Pajak) dalam beberapa suratnya berpendapat bahwa permohonan banding pemohon banding memenuhi ketentuan formal pengajuan banding.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News





[X]
×