Reporter: Noverius Laoli | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Gde Pradnyana Sekretaris Satuan Kerja Khusus Migas (SKKMIGAS) membantah isu yang beredar selama ini bahwa sisa cadangan gas di Blok Mahakam mencapai 10,1 TCF dan sisa cadangan minyak sebesar 192 juta barel pada tahun 2017.
Menurut Pradnyana pada akhir masa kontrak 2017 diperkirakan cadangan 2p minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2p gas sebanyak 3,8 TCF. "Dari jumlah tersebut diperkirakan sisa cadangan terbukti (p1) gas kurang dari 2 TCF," ujar Pradnyana dalam rilis yang dikirim kepada KONTAN, Selasa (12/2).
Pradnyana menyampaikan data ini dalam rangka menanggapi sejumlah berita yang terus diembuskan oleh beberapa pengamat terkait dengan perpanjangan Blok Mahakam. Ia merasa perlu meluruskan data dan fakta yang ada.
Sebagaimana diketahui, kontrak bagi hasil blok Mahakam ditandatangani tahun 1967, kemudian diperpanjang pada tahun 1997 untuk jangka waktu 20 tahun sampai tahun 2017. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada tahun 1967 menemukan cadangan minyak dan gas bumi di Blok Mahakam tahun 1972 dalam jumlah yang cukup besar. Cadangan (gabungan cadangan terbukti dan cadangan potensial atau dikenal dengan istilah 2P) awal yang ditemukan saat itu sebesar 1,68 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 21,2 triliun kaki kubik (TCF). Dari penemuan itu maka blok tersebut mulai diproduksi dari lapangan Bekapai pada tahun 1974
Produksi dan pengurasan secara besar-besaran cadangan tersebut di masa lalu membuat Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar di dunia pada tahun 1980-2000. Kini, setelah pengurasan selama 40 tahun, maka sisa cadangan 2P minyak saat ini sebesar 185 juta barel dan cadangan 2P gas sebesar 5,7 TCF.
Pada akhir maka kontrak tahun 2017 diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebanyak 3,8 TCF pada tahun 2017. Dari jumlah tersebut diperkirakan sisa cadangan terbukti (P1) gas kurang dari 2 TCF. “Jadi informasi yang disampaikan seolah-olah sisa cadangan gas pada tahun2017 sebesar 10,1 TCF dan sisa cadangan minyak sebesar 192 juta barel jelas tidak mempunyai dasar,” jelas Gde Pradnyana.
Sebagaimana diketahui, Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang bekerja di sana saat ini di Blok Mahakam, yaitu TOTAL yang berpartner dengan INPEX 50%-50%, telah menginvestasikan setidaknya US$ 27 miliar atau sekitar Rp 250 triliun sejak masa eksplorasi dan pengembangannya telah memberikan penerimaan Negara sebesar US$ 83 miliar atau sekitar Rp.750 triliun.
Masalah perpanjangan blok Mahakam sangat erat kaitannya dengan upaya untuk menjamin dan memaksimalkan penerimaan Negara. Seandainya pemerintah bermaksud memperpanjang kontrak blok Mahakam, maka pemerintah pasti akan meminta kenaikan bagi hasil yang lebih banyak lagi dari kontrak sebelumnya.
“Sisa cadangan yang ada plus fasilitas produksi yang sudah sepenuh diberikan cost recovery harus dianggap sebagai equity pemerintah sehingga split bagi hasil yang semula 70:30 untuk gas dan 85:15 untuk minyak harus dinaikkan secara signifikan untuk mengompensasi equity pemerintah tersebut”, imbuh Gde.
Sebagaimana diketahui, saat ini Pemerintah masih menimbang-nimbang siapa yang akan ditunjuk sebagai operator blok tersebut, baik opsi memperpanjang kontrak dengan perubahan split dan perubahan komposisi participating interest, maupun opsi menyerahkan operatorship ke perusahaan Nasional, yaitu Pertamina. Gde menegaskan bahwa: “Menteri Jero Wacik adalah orang yang sangat nasionalis, beliau pasti memperhitungkan agar opsi yang dipilih dapat memberikan manfaat yang terbesar bagi kepentingan bangsa dan Negara,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News