Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Peluang dari resesi
Di sisi lain, pemerintah justru menilai, ancaman resesi AS berpotensi menciptakan keuntungan bagi Indonesia.
Peluang keuntungan ini bakal didapat oleh pasar keuangan domestik.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, data tenaga kerja AS yang mengkhawatirkan bakal berpengaruh terhadap arah The Fed.
Data yang menunjukan jumlah pengangguran AS melonjak ke 4,3 persen berpotensi mendorong The Fed untuk segera memangkas suku bunga acuannya.
"Jadi misalnya penganggurannya ternyata lebih tinggi daripada yang mereka bayangkan, lalu dilihat bahwa tingkat suku bunga kebijakan mereka dipandang oleh pasar, harusnya sudah lebih awal dipotong," kata dia, ditemui di Jakarta, Selasa.
Bukan hanya lebih cepat, Febrio bilang, kekhawatiran terhadap resesi juga mendorong ekspektasi pemangkasan suku bunga AS yang lebih banyak dari perkiraan awal.
Semula, pasar berekspektasi tingkat suku bunga acuan The Fed hanya akan dipangkas satu kali pada tahun 2024.
"Nah sekarang ini dengan data-data yang terbaru, memang probabilitasnya kita melihat konsensusnya mengarah ke pemotongan yang lebih banyak," tutur Febrio.
Baca Juga: SBN Jadi Primadona di Tengah Potensi Resesi AS
Dengan tingkat suku bunga acuan The Fed yang berpotensi turun lebih banyak dan cepat, maka tekanan di pasar uang negara berkembang, termasuk Indonesia, bakal mereda.
Tingkat suku bunga acuan dan imbal hasil pasar uang Indonesia akan menjadi lebih menarik, dan mendorong aliran modal asing masuk.
"Tingkat suku bunga kita di dalam negeri, baik yang dalam rupiah terutama, itu akan relatif cukup menarik bagi investor portofolio," katanya.
Sebagai informasi, ancaman resesi AS muncul seiring dengan rilis data tenaga kerja AS yang lebih rendah dari ekspektasi. Tercatat pada Juli 2024, jumlah pembukaan lapangan kerja AS mencapai 114.000 pekerjaan, lebih rendah dari perkiraan sebanyak 175.000 pekerjaan.
Di sisi lain, tingkat pengangguran di negeri adidaya itu meningkat menjadi 4,3 persen, mendekati level tertinggi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Rilis data-data tersebut membuat indikator pendeteksi resesi AS, Sahm Rule Indicator, kian meningkat, dan mnecapai 0,53 persen pada Juli 2024.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Muncul Sinyal Resesi AS, Apa Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News