kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Singapura Cabut Aturan Wajib Masker, Indonesia Kapan? Ini Penjelasan Kemenkes


Kamis, 24 Maret 2022 / 15:49 WIB
Singapura Cabut Aturan Wajib Masker, Indonesia Kapan? Ini Penjelasan Kemenkes
ILUSTRASI. Singapura Cabut Aturan Wajib Masker, Indonesia Kapan? Ini Penjelasan Kemenkes


Sumber: Kementerian Kesehatan RI,Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Pemerintah Singapura akan mencabut aturan wajib masker di luar ruangan mulai 29 Maret 2022. Kapan Indonesia juga akan mencabut aturan wajib masker?

Dilansir dari Kompas.com, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dalam pidato nasional pada Kamis (24/3/2022) pagi menyampaikan, warga "Negeri Singa” tidak diwajibkan memakai masker di luar ruangan mulai Selasa (29/3/2022). Lee menyebutkan, kebijakan terbaru ini diambil setelah mempertimbangkan rendahnya risiko penularan Covid-19 di ruang terbuka. Namun, warga boleh memakai masker di luar ruangan jika mereka menginginkannya, dan pemakaian masker tetap diwajibkan untuk ruang tertutup atau indoor.

Warga Singapura telah memakai masker hampir dua tahun, yaitu tepatnya sejak 14 April 2020. Relaksasi drastis prokes Covid-19 Singapura Lee juga mengumumkan jumlah warga yang diizinkan bertatap muka dinaikkan dari maksimal lima orang menjadi 10 orang.

Kapasitas karyawan yang diizinkan bekerja di kantor juga naik dari maksimal 50 persen menjadi 75 persen. Acara-acara dengan jumlah hadirin lebih dari 1.000 orang dapat meningkatkan kapasitas tampung menjadi maksimal 75 persen.

PM Singapura juga mencabut larangan konsumsi alkohol setelah pukul 22.30 dan kembali mengizinkan musik live kembali didendangkan di bar. Gugus Tugas Covid-19 dalam beberapa pekan ke depan akan mengumumkan pembukaan kembali diskotik, kelab malam, dan tempat karaoke yang telah ditutup sejak 26 Maret 2020.

Lee menekankan, Singapura siap berdamai dengan Covid-19. Perdana Menteri berusia 70 tahun itu menyebut "Negeri Merlion” telah mencatatkan tonggak pencapaian yang signifikan dalam pertempuran melawan Covid-19 yang ditandai dengan tetap rendahnya angka kematian. Angka kematian Covid-19 di Singapura saat ini adalah 1.220, salah satu yang terendah di dunia.

Pentingnya menjaga roda perekonomian dan membina hubungan antara keluarga, teman, dan sesama, ikut menjadi pertimbangan relaksasi drastis protokol pesehatan (prokes). Relaksasi ini juga mempertimbangkan angka vaksinasi Singapura yang tertinggi di dunia, yaitu 95 persen untuk dua dosis dan 71 persen untuk booster vaksin Covid-19.

Tercatat tujuh gelombang Covid-19 mengguncang Singapura sejak virus yang kali pertama terdeteksi di China itu berkecamuk pada Januari 2020. Gelombang terbaru adalah varian Omicron yang sudah mereda setelah menerjang Singapura sejak pertengahan Januari 2022.

Tingginya vaksinasi membuat mayoritas penderita Omicron yaitu 99 persen tidak bergejala sama sekali (asimtomatik) atau hanya bergejala ringan. Lee menambahkan, kekebalan warga Singapura terhadap virus corona jauh lebih kuat sekarang dengan vaksinasi dan pulihnya mayoritas besar warga yang terinfeksi.

Kapasitas rumah sakit yang sempat terguncang akibat gelombang varian Delta tahun lalu tetap terjaga dan stabil. Lee kemudian mengucapkan terima kasih kepada tenaga kesehatan (nakes) yang telah bekerja keras siang dan malam.

Kapan Indonesia mencabut aturan wajib masker?

Penanganan kasus Covid-19 di Indonesia juga sudah menunjukkan hasil bagus. Penambahan jumlah kasus Covid-19 setiap hari semakin mengecil.

Satgas Penanganan Covid-19 mencatat ada tambahan 6.376 kasus baru infeksi virus corona pada Rabu 23 Maret 2022. Dengan demikian, total terkonfirmasi kasus Covid-19 di Indonesia sejak pandemi hingga 23 Maret 2022 sebanyak 5.981.022.

Sementara itu, jumlah yang sembuh dari kasus Covid-19 per 23 Maret 2022 bertambah 19.209 orang sehingga menjadi sebanyak 5.658.238 orang.

Sedangkan jumlah orang yang meninggal akibat kasus Covid-19 per 23 Maret 2022 di Indonesia bertambah 159 orang menjadi sebanyak 154.221 orang.

Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai 168.563 kasus, berkurang 12.992 kasus dibanding sehari sebelumnya.

Di tengah tren penurunan kasus Covid-19, pemerintah Indonesia juga mulai melonggarkan pembatasan kegiatan masyarakat. Sejumlah pelonggaran tersebut antara lain:

  1. Bebas karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri bagi yang telah mendapatkan vaksin booster
  2. Pencabutan aturan swab atau tes PCR untuk syarat perjalanan dalam negeri jika sudah vaksin booster
  3. Pembukaan masjid untuk sholat tarawih saat bulan puasa
  4. Masyarakat boleh mudik Lebaran

Meski demikian, pemerintah belum menghapus kewajiban penggunaan masker. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat ini Indonesia sudah dalam proses transisi perubahan pandemi menjadi endemi. Proses transisi itu sejalan dengan kebijakan pelonggaran-pelonggaran yang diputuskan pemerintah.

Namun, pemerintah tidak terburu-buru untuk menyatakan transisi memasuki endemik. Pasalnya proses transisi menuju normalisasi endemi itu artinya bukan berarti kasus Covid-19 tidak ada sama sekali tapi tetap kasus itu akan ada.

''Untuk menghilangkan sebuah penyakit itu membutuhkan waktu yang lebih panjang, tentunya kita harus bersiap untuk terus berdampingan dengan Covid-19,'' katanya pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Selasa (15/3).

Saat ini Indonesia masih dalam kondisi pandemi Covid-19, dengan banyaknya tren indikator pengendalian pandemi yang terus menunjukkan ke hal yang positif, Indonesia sudah mulai bersiap-siap membuat langkah menuju ke arah endemi.

Transisi endemi merupakan suatu proses dimana periode dari pandemi menuju ke arah endemi dengan sejumlah indikator, antara lain laju penularan harus kurang dari 1, angka positivity rate harus kurang dari 5%, kemudian tingkat perawatan rumah sakit harus kurang dari 5%, angka fatality rate harus kurang dari 3%, dan  level PPKM berada pada transmisi lokal level tingkat 1. Kondisi kondisi ini harus terjadi dalam rentang waktu tertentu misalnya 6 bulan.

Tentunya indikator maupun waktunya masih terus dibahas oleh pemerintah bersama dengan para ahli untuk menentukan indikator yang terbaik untuk kita betul-betul mencapai ke arah kondisi endemi. ''Yang paling penting pada saat endemi, walaupun kasusnya ada, dia tidak akan mengganggu kehidupan kita seperti saat ini di mana hampir aktivitas-aktivitas kehidupan kita, kehidupan sosial, kehidupan beragama, pariwisata ini tidak terganggu dengan adanya kasus Covid-19,'' ucap Nadia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×