Reporter: Agus Triyono | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Masa bakti anggota DPR periode 2009- 2014 akhirnya berakhir per 30 September ini. Namun, sejumlah catatan masih mengiringi berakhirnya masa bakti anggota DPR tersebut. Salah satunya, soal citra.
Citra DPR pada kurun waktu 2009- 2014 sempat tercoreng. Sejumlah anggota DPR, sebut saja, Angelina Sondakh dan M. Nazaruddin, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat dan Luthfi Hasan, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera harus masuk bui karena terlibat kasus korupsi.
Juga ada nama Sutan Bathoegana anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi.
Selain citra, anggota DPR periode 2009- 2014 juga minim prestasi. Dalam bidang bidang legislasi, berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Marzuki Alie, Ketua DPR dalam Rapat Paripurna DPR Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2014 dan Penutupan Masa Bakti Anggota DPR 2009- 2014, jumlah rancangan yang berhasil disetujui DPR selama lima tahun belakangan ini hanya mencapai 126 RUU saja.
Jumlah tersebut terbilang mini. Apalagi, bila melihat jumlah undang- undang yang dihasilkan anggota DPR periode 2004-2009 yang bisa mencapai 193 undang-undang dan target Program Legislasi Nasional 2009- 2014 yang mencapai 247 buah.
Marzuki berdalih, prestasi buruk DPR di bidang legislasi tersebut disebabkan oleh target yang tinggi dan tidak disertai dengan pertimbangan kapasitas dan ketersediaan waktu legislasi. "Selasin itu, permasalahan juga terjadi akibat lemahnya paramneter yang digunakan untuk menentukan ruu yang digunakan untuk menenyukan ruu yang akan dimasukkan dalam Prolegnas," katanya.
Marzuki menambahkan, lemahnya paramater tersebut sering membuat penyelesaian pembahasan ruu terhambat, khususnya menyangkut materi tertentu karena adanya ketidaksepahaman antara pemerintah dan DPR. Yoseph Umar Hadi, anggota DPR dari Fraksi PDIP mengatakan faktor lain yang juga membuat kinerja DPR 2009- 2014 buruk adalah sikap pemerintah.
Pemerintah dinilainya sering tidak kooperatif dengan DPR dalam membahas RUU."Salah satu kasusnya RUU Tapera, pemerintah seperti tidak serius dalam membahas RUU itu," katanya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lusius Karus mengatakan, faktor penting yang juga menghambat kinerja legislasi DPR adalah cengkeraman partai, khususnya yang memiliki kepentingan terhadap uu yang sedang dibahas, terhadap anggotanya di DPR. Cengkeraman tersebut telah membuat keleluasaan anggota DPR dalam membahas undang- undang.
Lusius berharap, anggota DPR 2014- 2019 mendatang bisa lebih kritis dalam menyikapi kebijakan partai mereka. Dia juga berharap agar anggota DPR ke depan bisa menempatkan diri mereka sebagai wakil rakyat ketimbang partai. Dengan cara itu diharapkan, kinerja DPR ke depan bisa lebih bebas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News