Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Bila DJP menemukan ketidaksesuaian antara harta yang diungkapkan dengan keadaan sebenarnya, DJP dapat mengenakan pajak untuk Kebijakan 1 yaitu sebesar 25% (badan), 30% (orang pribadi), atau 12,5% (WP tertentu) dari harta bersih dengan tambahan ditambah sanksi 200%, dan untuk Kebijakan 2 sebesar 30% dari nilai harta bersih ditambah sanksi administratif berupa bunga sesuai ketentuan umum perpajakan.
Baca Juga: Insentif PPnBM Akan Mempercepat Laju Penjualan Mobil
Sementara Partner Tax Rizal Awab mengatakan, kewajiban paska PPS meliputi kewajiban untuk membukukan nilai Harta Bersih yang disampaikan dalam Surat Pengungkapan sebagai tambahan atas saldo ditahan dalam neraca untuk wajib pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
Atas tambahan harta dan/atau utang yang diungkapkan wajib pajak dicatat dan dilaporkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2022 sebagai perolehan harta baru dan perolehan utang baru sesuai tanggal Surat Keterangan.
"Harta yang diungkapkan dalam Surat Pengungkapan yang berupa aktiva berwujud maupun aktiva tidak berwujud tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan. Wajib pajak yang melakukan repatriasi harta ke Indonesia dan/atau melakukan investasi wajib menyampaikan laporan realisasi repatriasi dan/atau investasi kepada DJP," pungkas Rizal.
Wajib pajak yang akan mengikuti PPS diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak penghasilan bersifat final sebesar nilai bersih harta yang diungkapkan.
Apabila harta bersih berada di Indonesia atau direpatriasi ke Indonesia dan diinvestasikan pada jenis investasi yang disyaratkan maka tarif kebijakan I dikenakan 6% dan tarif kebijakan II sebesar 12%.
Baca Juga: Tax Amnsesty Jilid II Sudah Menyentuh Rp 8,9 triliun Harta Bersih
Bila harta bersih berada di Indonesia atau direpatriasi ke Indonesia namun tidak diinvestasikan pada jenis investasi yang disyaratkan maka tarif kebijakan I sebesar 8% dan kebijakan II sebesar 14%.
Sedangkan harta bersih berada di luar negeri dan tidak direpatriasikan ke Indonesia maka tarif kebijakan I adalah 11% dan kebijakan II sebesar 18%.
Jenis investasi yang disyaratkan yaitu investasi pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan atau dalam Surat Berharga Negara.
Investasi tersebut harus dilakukan paling lambat tanggal 30 September 2023 dengan jangka waktu paling singkat 5 tahun sejak diinvestasikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News