kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.914   16,00   0,10%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Sidang MK: Presiden Seharusnya Berpikir, Bersikap dan Bertindak Netral


Senin, 22 April 2024 / 12:31 WIB
Sidang MK: Presiden Seharusnya Berpikir, Bersikap dan Bertindak Netral
ILUSTRASI. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.


Sumber: Kompas.com | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan hasil pemilihan presiden  (pilpres) 2024, Senin (22/4).

Dalam pembacaan putusan, MK menyinggung soal netralitas kepala negara dalam pilpres.

MK menyatakan, seorang presiden semestinya bertindak netral dalam ajang pemilihan presiden yang akan menggantikan dirinya.

Hal ini disampaikan hakim MK Ridwan Mansyur saat membacakan pertimbangan dalam sidang putusan sengkrta hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Senin (22/4).

"Seharusnya presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral, dalam ajang kontestasi memilih pasangan presiden dan wakil presiden yang akan menggantikan dirinya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan," kata Ridwan.

Baca Juga: MK: Tak ada Capres dan Parpol Keberatan Putusan KPU Loloskan Gibran Jadi Cawapres

Ridwan tidak memungkiri bahwa posisi presiden di Indonesia dilematis antara sebagai kepala pemerintahan, kepala negara, kader partai politik yang mengusungnya, maupun sebagai warga negara yang punya hak politik.

Namun, ia mengingatkan bahwa praktik endorsement atau pelakatan citra diri terhadap salah satu kandidat dapat menjadi masalah apabila dilakukan seorang presiden yang mewakili entitas negara.

Oleh sebab itu, menurut MK, seorang presiden semestinya membatasi diri untuk tidak tampil di muka umum yang dapat dipersepsikan sebagai bentuk dukungan kepada salah satu kandidat dalam pemilihan umum.

"Kesediaan/kerelaan presiden yang demikian, serta kerelaan para petahana di level masing-masing yang menghadapi kemiripan situasi dengan kondisi pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024 ini (in casu petahana kepala daerah) merupakan faktor utama bagi terjaganya serta meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia," kata Ridwan.

Namun, Ridwan menekankan bahwa kerelaan adalah wilayah moralitas, etik, maupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan tidak dapat dikenakan sanksi hukum kecuali terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang.

Oleh karena itu, dalam konteks Pilpres 2024, MK tidak menemukan landasan hukum untuk melakukan tindakan terkait ketidaknetralan Presiden Joko Widodo yang menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran.

"Sekali lagi karena tolok ukur atau parameter ketidaknetralan presiden dalam pemilu termasuk wilayah etik belum diatur tegas dalam peraturan perundang-undangan, khususnya di level undang-undang," kata Ridwan.

Baca Juga: MK Baca Keterangan 14 Amicus Curiae dalam Memutus Sengketa Pilpres 2024

Penulis: Ardito Ramadhan
Editor: Icha Rastika

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK: Seharusnya Presiden Berpikir, Bersikap, dan Bertindak Netral".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×