Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Empat negara ASEAN resmi bergabung dalam kesepakatan kerjasama perdagangan bebas negara-negara trans pasifik (TPP). Mereka adalah Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam, dan Vietnam. Bagaimana dengan Indonesia?
Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah apakah Indonesia akan bergabung ke dalam perjanjian kerjasama tersebut. Namun, Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom Samuel Asset Management berpendapat, banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah sebelum memutuskan masuk anggota TPP.
Seperti, melakukan diversifikasi produk ekpsor. Saat ini mayoritas produk ekspor RI adalah komoditas bahan mentah. Di samping harga yang belum stabil, permintaan komoditas sejumlah negara pun menurun seiring daya beli yang merosot. Sebenarnya, produk yang laku di jual di pasar global adalah produk manufaktur.
Masalahnya, produk manufaktur Indonesia masih belum kompetitif dibanding negara lain, termasuk di ASEAN. "Misalnya, produk garmen, apakah bisa lebih murah dari India atau Vietnam," ujarnya, Selasa (6/9).
Lebih lanjut dia menjelaskan, tidak kompetitifnya produk manufaktur merah putih disebabkan beberapa hal. Diantaranya, produktivitas yang rendah dan tingginya biaya di luar produksi yang kerap disebut high class economy cost. Beberapa penyebabnya, waktu bongkar muat (dwelling time) dan birokrasi yang panjang.
Biaya-biaya tersebut tentu dihitung sebagai beban yang masuk sebagai ongkos produksi dan berujung pada meningkatnya harga jual. Pada dasarnya, kerjasama perdagangan trans pasifik yang melilbatkan Amerika Serikat dan Jepang ini menguntungkan.
Indonesia bisa memanfaatkan penghapusan bea masuk impor sejumlah negara tujuan ekspor. Tetapi, itu tidak akan ada artinya jika produk ekspor tidak cukup kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News