kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Setelah PBB, Transaksi PPN Jadi Basis Sunset Policy


Senin, 01 September 2008 / 20:31 WIB
Setelah PBB, Transaksi PPN Jadi Basis Sunset Policy


Reporter: Martina Prianti | Editor: Test Test

JAKARTA. Anda suka jual beli rumah, tanah, atau mobil mewah, namun tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), berhati-hatilah. Pasalnya Direktorat Jenderal (Ditjen)  akan menyisir transaksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut untuk menerapkan sanksi pajak.

Pemanfaatan data PPN ini  untuk memperkuat sanksi pajak bagi wajib pajak yang belum memiliki NPWP atau memperbaiki data pajaknya di dalam Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan. Penyisiran ini akan berlaku sekarang sehingga sanksi itu dapat berlaku tahun depan. 

Tahap pertama, Ditjen Pajak akan menggunakan data PPN dari tiga barang: penjualan rumah, tanah, dan mobil mewah. "Bila warga mampu membeli rumah, tanah apalagi mobil mewah masak dia belum punya NPWP atau masak membayar pajaknya tidak benar," kata Direktur Intensifikasi dan Ekstentifikasi Ditjen Pajak Hartoyo, kepada KONTAN, Senin (1/8).Cara ini akan menambah daftar metode yang digunakan oleh Ditjen Pajak dalam menjalankan program Sunset Policy. Sebelumnya, Ditjen Pajak mengungkapkan akan menggunakan basis data pajak bumi dan bangunan (PBB) milik wajib pajak.

Dua cara itu akan efektif mulai 2009 berbarengan dengan berlakunya kebijakan sunset policy. Sekadar mengingatkan, program sunset policy adalah program penghapusan denda dan pengenaan sanksi pajak. Wajib pajak pribadi dan perusahaan yang tidak mau terkena denda, harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memperbaiki data pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT). Jika tidak, wajib pajak bakal kena sanksi berupa tarif pajak penghasilan (PPh) yang tinggi dan denda administrasi berupa bunga 2% per bulan jika terlambat membayar pajak. Kebijakan ini akan berlaku mulai 2009 bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang baru.

Untuk melaksanakan program ini, Ditjen Pajak mengaku akan sering menyambangi kantor pejabat pembuat akte tanah (PPAT) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lewat dua kantor itu, Ditjen Pajak akan  mendapatkan informasi terkini soal transaksi penjualan tanah dan rumah. Perihal teknis pelaksanaan cara baru ini, Ditjen Pajak menyerahkan sepenuhnya kepada kantor pelayanan pajak (KPP) dan kantor wilayah (kanwil) pajak di daerah. KPP atau Kanwil-lah yang akan memutuskan untuk langsung mengorek data PPN atau tidak.

Meski begitu, Ditjen Pajak akan berkonsultasi dengan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan. Konsultasi itu terutama untuk membicarakan barang yang data PPNnya akan digunakan sebagai basis pelaksanaan Sunset  Policy. Dalam pertemuannya dengan DPR, Ditjen Pajak akan mengusulkan tiga barang tadi: penjualan rumah, tanah, dan mobil mewah. "Sebagai langkah awal, memang tiga barang itu yang akan dimanfaatkan data PPN-nya," kata Hartoyo.

Hartoyo berharap, cara ini akan membuat para wajib pajak makin patuh mengikuti program sunset policy. "Juga kami berharap program ini berjalan dengan baik dan memberikan masukan kepada negara," kata Hartoyo.Sejauh untuk memperbanyak penerimaan negara, DPR sepertinya setuju dengan langkah ini. "Kalau acuan yang dijadikan dasar kebijakan jelas ada dan itu untuk meningkatkan penerimaan negara dengan cara kepatuahan membayar pajak tentu DPR tidak akan keberatan," kata Ketua Panitia Khusus Perpajakan DPR Melchias Markus Mekeng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×