Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Jokowi - Maruf Amin telah berlangsung selama satu tahun setelah dilantik pada 20 Oktober 2019. Sejumlah anggota DPR memandang, kinerja pemerintahan Jokowi - Maruf Amin pada tahun pertama di bidang ekonomi belum memuaskan. Pasalnya, target-target ekonomi gagal tercapai.
Anggota Komisi XI DPR Fraksi PKS, Anis Byarwati mengatakan, kinerja Pemerintah dalam bidang ekonomi masih kurang memuaskan. Pemerintah tidak mampu memenuhi ekspektasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan.
"Kami menilai ketidakberhasilan pemerintah mencapai target-target ekonominya menjadi catatan tidak baik terhadap kinerja pemerintah selama satu tahun ini," kata Anis kepada Kontan, Selasa (20/10).
Kegagalan target ekonomi itu antara lain pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat. Bahkan, pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi minus 5,3%.
Baca juga: 7 Dampak makan telur setiap hari bagi kesehatan tubuh
Anis mengatakan, program-program stimulus penanganan ekonomi saat pandemi Covid-19 yang terangkum dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak terealisasi maksimal. Sejak digulirkan, sampai dengan 30 September 2020, realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) realisasinya hanya 38,6 persen, atau setara dengan Rp 268,3 triliun dari pagu Rp 695,2 triliun.
Realisasi yang rendah ini menyebabkan tujuan utama adanya program PEN belum dapat dinikmati, hal ini tercermin dengan adanya pertumbuhan negatif pada kuartal kedua 2020. "Dengan pertumbuhan realisasi mencapai 20% per bulan hingga akhir tahun, maka realisasi hanya mencapai 55-60%, atau artinya akan ada dana lebih dari Rp 300 triliun yang tidak terserap," ucap dia.
Lebih lanjut, Anis mendorong pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk memperbaiki kinerja ekonomi kedepannya. Pertama, pemerintah harus meningkatkan efektivitas program-program penciptaan lapangan kerja. Sebab, angka pengangguran diprediksi bertambah dengan adanya PHK dan pekerja dirumahkan atau matinya sektor usaha kecil akibat pandemi covid-19.
Kedua, pemerintah harus berusaha menurunkan angka kemiskinan yang meningkat pada situasi pandemi Covid-19. Pemerintah harus memperkuat jaring pengaman sosial, stimulus, dan kebijakan ekonomi yang fokus menurunkan tingkat kemiskinan.
Ketiga, Pemerintah harus lebih proaktif dan progresif dalam menyelesaikan permasalahan ketimpangan. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang lebih spesifik untuk mengatasi ketimpangan.
Anis menyebut, berdasarkan koefisien Gini, ketimpangan di Indonesia masih stagnan pada angka 0,380. Sedikit mengalami penurunan dari 0,382 atau sebanyak 0,002 poin. "Perbaikan gini rasio lebih disebabkan meningkatnya konsumsi kalangan menengah dibandingkan perbaikan konsumsi kalangan bawah," ujar dia.
Baca juga: Inilah gejala dan cara membersihkan usus kotor secara alami
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Demokrat, Didi Irawadi mengatakan, belanja negara lebih bagus diarahkan ke proyek infrastruktur dalam konteks pandemi. "Karena lebih padat karya, sehingga mendorong daya beli masyarakat, otomatis PDB, juga," kata Didi kepada Kontan, Selasa (20/10).
Didi juga mendorong pemerintah mencermati dana PEN untuk UMKM saat pandemi. Ia mengatakan, permasalahan UMKM saat ini bukan pada dana, tetapi hilang atau berkurangnya pasar.
Lebih lanjut Didi mengatakan, perlu adanya big data untuk berbagai produk serta potensi produk di berbagai daerah, diikuti perdagangan antar daerah. Hal ini bagus bagi ketahanan ekonomi nasional dan substitusi Impor. Kemudian, berdasarkan big data itu, pemerintah wajib menemukan pasar bagi produk nasional untuk diekspor.
Hal ini menjadi peluang untuk diversifikasi ekspor. "Kedua hal itu dapat mendorong naiknya manufaktur di Indonesia," ujar Didi.
Selanjutnya: Mungkinkah Jokowi keluarkan Perppu batalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News