Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. S&P Global mencatat, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 berada di level 54,2. Angka ini meningkat 1,5 poin jika dibandingkan dengan capaian Februari 2024 yang berada pada level 52,7.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan bahwa ekspansi manufaktur pada periode laporan dikarenakan efek momen lebaran, di mana biasanya permintaan produk manufaktur mengalami peningkatan.
"Kami berharap PMI ini bisa recover sampai setelah lebaran, mudah-mudahan setelah lebaran juga masih bagus PMI-nya," ujar Fajar kepada Kontan.co.id, Senin (1/4).
Hanya saja, dirinya mengakui bahwa kondisi global akan menjadi penghambat eskpansi PMI Manufaktur Indonesia ke depannya. Dirinya khawatir, pasar global yang lesu akan membuat pasar domestik kebanjiran barang-barang impor yang berdampak kepada sektor manufaktur Indonesia.
Baca Juga: Dibandingkan Negara Tetangga, PMI Manufaktur Indonesia Masih Ekspansif
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Harsono Gunawan mengatakan bahwa ekspansi manufaktur tersebut dipengaruhi oleh kondusifnya pelaksanaan pemilu dan pernyataan pemerintah tentang keberlanjutan pembangunan.
Namun, faktor China yang mengalami kelebihan pasokan sehingga akan menyerbu pasar global, termasuk Indonesia harus segera diantisipasi. "Apalagi Indonesia yang letaknya cukup dekat dan berpenduduk banyak yang menjadi pasar empuk," katanya.
Dirinya memperkirakan, produk impor China ke pasar domestik bisa menggerus sekitar 20% hingga 40% manufaktur Indonesia. Meski dampaknya akan lebih rendah dengan efektifnya regulasi impor Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2024, namun penggerusan akan sangat minimal bila kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dinyatakan berlanjut yang berarti daya saing manufaktur terjaga.
Baca Juga: Maret 2024, PMI Manufaktur Indonesia Catat Level Tertinggi Selama 2,5 Tahun
"Hati-hati rangsekan produk China tidak hanya akan mengguncang pemanufakturan kita, tetapi bisa berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja dan penurunan ekspor," imbuh Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News