Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menggenjot belanja di sisa akhir tahun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah masih akan membelanjakan Rp 537,2 triliun pada Desember 2022 yang merupakan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) maupun belanja daerah.
Meski begitu, sisa alokasi belanja yang disebutkan diperkirakan tidak mencapai target yang sudah ditentukan, yang mana belanja K/L hanya sebesar 96% dari target Rp 1.119,5 triliun, dan belanja daerah hanya akan sebesar 93% dari target yang sebesar Rp 1.196 triliun.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, jika sampai akhir tahun serapan belanja pemerintah pusat baik daerah kurang dari 100%, dampaknya ke partumbuhan ekonomi akan melambat.
“Padahal secara seasonal pra pandemi, pertumbuhan dan porsi belanja pemerintah di kuartal IV relatif diandalkan untuk mendorong geliat ekonomi,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (4/12).
Baca Juga: Tax Ratio Negara OECD Meningkat Pasca Pandemi, Bagaimana dengan Indonesia?
Menurutnya realisasi belanja pemerintah pusat pada kuartal IV memang harus didorong maksimal lantaran kontribusi belanja pada kuartal ke III cenderung melambat. Begitupun untuk belanja pemerintah daerah (pemda) yang realisasinya juga cenderung melambat.
Sebelumnya, Bhima menyebutkan melihat proporsi dan pertumbuhan serapan anggaran APBN hingga Oktober 2022, terdapat kekhawatiran, jika belanja negara dipaksa untuk didorong sepenuhnya maka akan berpengaruh pada kualitas dari belanja itu sendiri.
Meski begitu, Ia menyebut, jika ingin memaksimalkan serapan anggaran belanja, tidak harus diterapkan pada semua pos belanja. Pemerintah bisa memilah serapan belanja yang harus diprioritaskan dan bisa merealokasikan belanja dari pos belanja yang tidak terlalu krusial kepada pos belanja yang paling dibutuhkan.
“Pos belanja modal ini harusnya didorong. Karena belanja modal yang utamanya untuk infrastruktur dasar misalnya sebagian di alihkan untuk infrastruktur transisi energi. Pos belanja modal ini serapannya harus lebih cepat di cairkan. Termasuk mempercepat pengadaan proyek-proyek untuk kebutuhan tahun depan bisa dimajukan,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga bisa menambah pos belanja bantuan sosial dengan mengalihkan anggaran belanja di pos lain yang kurang diprioritaskan. Hal ini untuk mengatasi kondisi inflasi yang mulai tinggi serta adanya tekanan dari sisi makro ekonomi yang bisa mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin.
Adapun Bhima juga turut menyoroti terkait dana transfer ke daerah (TKD). Menurutnya jika pemerintah ingin daerah berlomba-lomba meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan stimulus kepada UMKM, baiknya pemerintah menambahkan dana insentif daerah.
Baca Juga: Dari Ekonomi Hingga Menekan Kriminalitas, Ini Manfaat Implementasi Rupiah Digital
Namun di sisi lain pencairan insentif daerah juga harus lebih dipercepat lagi sehingga serapannya menjadi lebih cepat. Dengan adanya insentif yang berkualitas ini, maka Pemda bisa berlomba-lomba mengoptimalkan belanjanya untuk bisa mengendalikan harga pangan di berbagai daerah utamanya menjelang akhir tahun ini.
Dengan serapan yang berkualitas tersebut, Bhima memproyeksikan realisasi belanja negara tahun ini akan mencapai 90% dari target. Meski begitu, perkiraan tersebut masih belum cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
“Jadi butuh tingkat serapan anggaran yang tinggi di kuartal ini, harus 100% serapan belanjanya,” kata Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News