Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keterbatasan data membuat pemerintah tidak bisa menyusun strategi dan kebijakan pengembangan perdagangan elektronik atau e-commerce. Oleh karena itu, pemerintah mengaku akan mulai mengumpulkan data terkait e-commerce mulai awal tahun depan.
Untuk itu pemerintah menugaskan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengumpulkan data tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan menggelar sensus terhadap para pelaku usaha e-commerce mulai Januari 2018 .
Menurut Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mira Tayyiba, hasil pengumpulan data ini akan menjadi basis penyusunan regulasi e-commerce. "Dari pengumpulan data ini, kami susun grand design, baru diturunkan ke regulasi," kata Mira, Jumat (15/12).
Dengan data yang ada, pemerintah berharap bisa mendapatkan gambaran jelas mengenai industri ini. Oleh karena itulah, menurut Mira, pemerintah tak akan tergesa-gesa menyusun regulasi terkat e-commerce. Pemerintah ingin tahu lebih dulu konteks ekonomi digital yang nyata.
Walau begitu, Mira bilang, ada sejumlah hal penting yang harus segera diatur oleh pemerintah. Pertama, soal persaingan usaha dan investasi dalam ekonomi digital.
Terkait hal ini, ia mencontohkan, marketplace di Indonesia tumbuh subur, namun disuntik dana dari investor yang sama. "Sekarang jumlah pemain banyak, tapi investornya itu-itu saja. Nah yang mau kami lihat apakah sudah terjadi persaingan tidak sehat?" ujarnya. Evaluasi akan dilakukan agar pemerintah bisa menghindari monopoli persaingan usaha.
Kedua, soal pajak. Mira menyatakan, saat ini Kementerian Keuangan sedang menggodok regulasi tersebut. Tujuannya agar pelaku ekonomi digital punya perlakuan pajak serupa dengan pebisnis offline. Aturan pajak juga menitikberatkan bagaimana para pemain ekonomi digital skala besar bisa patuh terhadap aturan pajak di Indonesia.
Ketiga, ketentuan mengenai produk asing yang diperjualbelikan di e-commerce Indonesia. Oleh karena itu, Mira berharap, hasil sensus dari BPS sudah bisa memberikan data sebagai basis melakukan diagnosis awal terhadap peta e-commerce di Tanah Air, termasuk asal produk yang diperdagangkan.
Saat ini, produk dari luar negeri yang dijual melalui e-commerce diperkirakan mencapai 95% dari total produk yang diperdagangkan e-commerce. "Itu juga menjadi pertanyaan. Kita mau mengembangkan ekonomi digital Indonesia, tapi siapa yang diuntungkan? Kebijakan apa yang bisa pemerintah siapkan agar produk lokal bisa mendominasi," tandas Mira.
Mulai Januari
Nah, BPS akan memulai sensus dan pendataan e-commerce mulai Januari 2018. Harapannya, Februari 2018 data tersebut sudah terkumpul dan dapat diolah. Data yang diidik meliputi jumlah transaksi, nilai transaksi, hingga pelaku usaha.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, proses pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang disebar ke platform e-commerce. BPS akan menggunakan referensi data kuartalan untuk periode 2015–2016, dan data bulanan untuk periode tahun 2017.
Pengumpulan data ini akan menyasar sembilan sektor usaha di e-commerce. Yaitu marketplace dan e-retail, classified horizontal, classified vertical, travel, transportasi, specialty store, daily deals, logistik, dan payment.
Data yang dikumpulkan meliputi nilai dan volume transaksi, seller, unique buyer, investment, metode pembayaran, tenaga kerja, dan penggunaan teknologi.
Menurut Suhariyanto, data ini tak hanya berguna untuk penyusunan regulasi ekonomi digital, melainkan juga bagi ekonomi makro. "Misalnya unique buyer. Kita bisa melihat kecenderungan konsumsi masyarakat yang bisa mempengaruhi inflasi," katanya.
Ia memastikan data e-commerce aman. Sebab data akan disajikan secara agregat, bukan individu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News