kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan asing dan perusahaan lokal makin marak


Selasa, 09 Juli 2019 / 15:43 WIB
Sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan asing dan perusahaan lokal makin marak


Reporter: Havid Vebri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan asing dan perusahaan lokal pun makin marak. Sengketa bisnis yang melibatkan pelaku bisnis internasional tidak jarang berujung pada arbitrase internasional. 

Terbukti, jumlah kasus sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan Indonesia di tingkat arbitrase internasional pun makin meningkat tajam. Wincen Santoso, advokat Indonesia dan New York menilai saat ini arbitrase menjadi primadona untuk penyelesaian sengketa bisnis di skala internasional. 

Baca Juga: Hadapi 260 gugatan pileg, KPU fokus pada kesalahan perhitungan suara signifikan

“Semakin sentralnya perekonomian benua Asia bagi dunia turut memberikan dampak bagi meningkatnya volume transaksi bisnis internasional di kawasan ini. Sengketa bisnis pun akhirnya menjadi hal yang tidak terelakkan,” ujarnya, Selasa (9/7).

Wincen menjelaskan, pada tahun 2018 ada 62 kasus yg melibatkan perusahaan Indonesia di Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Jumlah itu melonjak drastis dari tahun-tahun sebelumnya.  

Sebagai perbandingan, pada tahun 2017 hanya ada 32 kasus yang melibatkan perusahaan Indonesia di SIAC. Jumlah 62 kasus itu menempatkan Indonesia menjadi negara nomor 5 yang paling banyak berperkara di SIAC, setelah Amerika Serikat, India, Malaysia, dan China.

Baca Juga: Urgensi platform hubungan industrial

Padahal, jumlah itu belum termasuk perkara-perkara yang melibatkan perusahaan Indonesia di International Chamber of Commerce (ICC), London Court of International Arbitration (LCIA), dan Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC).

Menurut Wincen, arbitrase layaknya seperti pengadilan swasta, di mana para pihak berperkara dapat menunjuk arbiter (hakimnya).  Arbitrase juga menyidangkan perkara untuk tingkat pertama dan terakhir, sehingga tidak dikenal istilah banding atau kasasi. 

“Di samping itu karena perkara diadili oleh arbiter yang ditunjuk oleh pihak berperkara, sehingga arbiter/hakim benar-benar menguasai masalah. Misalnya untuk perkara konstruksi dapat dipertimbangkan untuk ditunjuk arbiter yang ahli di bidang konstruksi,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×