Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui omnibus law Cipta Kerja mempermudah syarat dan proses pendirian perseroan terbatas (PT) bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyatakan, kemudahan ini sebagai bentuk perlindungan terhadap pelaku usaha mikro dan kecil, terutama dari potensi kebangkrutan.
Baca Juga: Begini tanggapan perusahaan PKP2B pasca beredarnya draf omnibus law Cipta Kerja
Pembina UKM Centre Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Nining Soesilo menilai kemudahan pembentukan badan usaha memang sudah sewajarnya, terutama bagi UMKM di Indonesia. Sebab dibandingkan akses ke pembiayaan, elemen penghambat perkembangan UMKM di Indonesia justru pada kemudahan mendirikan badan usaha, katanya.
Di sisi lain, lanjut Nining, pemerintah memang perlu memberikan “pemanis” untuk mendorong pelaku UMKM naik kelas menjadi badan usaha yang formal dan legal.
“Karena berdasarkan penelitian kami, sekitar 84% pengusaha mikro itu justru tidak ingin naik kelas. Makin kecil skala usaha mereka, makin malas untuk memperbesar usaha karena itu tidak menjadi prioritas,” tutur Nining dalam bincang media, Jumat (14/2).
Ada beberapa alasan mengapa pengusaha mikro enggan naik kelas. Pertama, proses untuk mendaftarkan badan usaha dianggap terlalu rumit dan memakan waktu lama bagi para pengusaha UMKM. Nining mencontohkan, form pendaftaran UMKM antara di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara saja bisa berbeda-beda.
Baca Juga: Kemudahan untuk UMKM dalam omnibus law cipta kerja, apa saja?
“Padahal ini seharusnya berlaku sama secara nasional dan ini yang diupayakan pemerintah melalui omnibus law,” kata Nining.
Kedua, pengusaha mikro juga enggan naik kelas dan menjadi badan usaha legal dan formal lantaran takut dengan perpajakan. Nining menjelaskan, banyak pengusaha UMKM saat ini menghindar dari radar pajak dan masih menganggap pajak sebagai momok yang menakutkan.
“Untuk itu pemerintah perlu memberikan sosialisasi dan kemudahan agar UMKM mau menjadi formal dan legal. Persoalan ini memang tipikal di negara berkembang, bukan di Indonesia saja,” lanjut Nining.
Baca Juga: Omnibus law dinilai memberi angin segar bagi pelaku usaha sektor minerba
Kendati begitu, Nining memandang ketentuan pembentukan PT bagi UMKM itu bukan berarti mewajibkan pengusaha untuk mendirikan perseroan.
“Belum tentu juga dengan kemudahan-kemudahan ini pengusaha mau (mendirikan PT). Tapi setidaknya, kemudahan itu ada karena memang sudah seharusnya mudah,” tandas dia.
Sebelumnya, Staf Ahli bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi juga menegaskan bahwa pemerintah bukan mewajibkan seluruh UMK untuk menjadi perseroan terbatas. Segala kemudahan dan fasilitas tersedia sebagai pilihan bagi UMK yang memutuskan untuk membentuk badan usaha PT.
“Kalau pengusaha tetap mau usaha perorangan, tidak masalah juga, tinggal daftar di OSS saja, Tapi kalau berbadan hukum kan sudah pasti dapat fasilitas, dan bisa lebih kredibel untuk melakukan ekspor produk ke luar negeri,” sambung Elen.
Baca Juga: Apkasi berharap penyusunan RUU cipta kerja melibatkan semua pihak terkait
Adapun, data yang dihimpun UKM Centre FEUI menunjukkan bahwa hingga 2018 lalu jumlah UMKM mencapai 64,18 juta unit. Sebanyak 98,69% merupakan usaha level mikro dengan rata-rata omset Rp 83,7 juta per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News