Reporter: Risky Widia Puspitasari | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Terkait proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengaku bahwa sebelum melakukan penandatanganan ia sudah melakukan konsultasi dengan sejumlah lembaga pemerintah lainnya, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sebelum tender saya sudah datang ke KPK dan minta dikawal," ujar Gamawan, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (24/4).
Menurut Gamawan, ia sebagai Pengguna Anggaran (PA) sudah memberikan kuasanya kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Di bawah KPA ada juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). “Kalau sudah saya kuasakan berarti saya tak terlibat lagi dalam produk, kecuali atas perintah Undang-Undang," tegasnya.
Ia mengatakan bahwa ia memang harus menandatangani hasil pemenang tender. Namun kata dia, sebelum membubuhkan tanda tangan, ia telah meminta audit pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Supaya saya tahu ini sudah betul apa belum, kan saya tak ikut dalam pelelangan. BPKP menyatakan tak ada masalah," ujarnya.
Gamawan mengatakan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang sudah disusun oleh tim kemudian dibawa ke KPK dan BPK. Setelah tak ada masalah, barulah lelang pengadaan e-KTP dimulai.
Lalu KPK memberikan dua saran, pertama lakukan tender secara elektronik. Tender yang semestinya dimulai dari tahun 2012 dimajukan menjadi tahun 2011. Kedua, tender ini didampingi LKPP.
Seperti diketahui, dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini KPK telah menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka.
Sugiharto menjabat sebagai PPK dan dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,1 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News