kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

SBY tiba-tiba minta F-Demokrat tolak Revisi UU KPK


Kamis, 11 Februari 2016 / 11:24 WIB
SBY tiba-tiba minta F-Demokrat tolak Revisi UU KPK


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA.  Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono tiba-tiba menginstruksikan Fraksi Demokrat di DPR untuk menolak rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Padahal, anggota Demokrat di Badan Legislasi DPR, Khatibul Umam Winaru, dalam rapat Baleg dengan agenda penyampaian pandangan mini fraksi pada Rabu (10/2), sudah menyatakan fraksinya menyetujui UU KPK direvisi.

Anggota Baleg Ruhut Sitompul mengatakan, instruksi dari SBY untuk menolak revisi UU KPK disampaikan kepadanya pada Rabu sore.

Saat itu, kata Ruhut, sedang diadakan rapat untuk persiapan wawancara SBY di Youtube.

"Bapak mengatakan, saat ini tidak tepat, karena sangat sensitif. Apalagi faktanya korupsi masih banyak. Karena itu Bapak menugaskan saya, karena saya pimpinan Baleg untuk menolak," kata Ruhut saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/2).

Ruhut mengaku akan menyampaikan penolakan di rapat paripurna yang rencananya akan digelar siang ini. 

Penolakan ini sekaligus untuk mengoreksi persetujuan yang disampaikan anggota fraksi Demokrat di Rapat Baleg kemarin.

Ruhut mengaku, saat rapat tersebut berlangsung, dia sedang berada di Simalungun, Sumatera Utara, untuk pemenangan Pilkada.

"Aku akan fight nanti di paripurna, terserah orang mau bilang apa. Demokrat menolak, tegas kok enggak usah khawatir," ucap Anggota Komisi III DPR ini.

Selain Demokrat, dalam rapat Baleg kemarin, delapan fraksi lain juga menyetujui revisi UU KPK dilanjutkan menjadi inisiatif DPR RI. 

Hanya Gerindra yang menolak karena menganggap revisi ini melemahkan KPK. 

Revisi yang sudah disepakati sejauh ini meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.

Kemudian, larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×