Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan
CIANJUR. Presiden Susilo bambang Yudhoyono (SBY) menyadari tantangan perekonomian tahun 2014 masih cukup tinggi. Seperti halnya yang terjadi di tahun 2013 lalu, yang memaksa pemerintah harus mengeluarkan sejumlah paket kebijakan supaya ekonomi Indonesia tetap stabil.
Bahkan, tantangan datang lebih cepat ketika pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mengalami perlambatan lebih cepat dari perkiraan. Perekonomian AS mengalami kontraksi pertama sejak 2011 pada kuartal I 2014.
Berdasarkan data yang dirilis Departemen Perdagangan AS, tingkat Produk Domestik Bruto AS turun 1%, lebih buruk dari prediksi sejumlah analis yang disurvei Bloomberg.
Terkait hal tersebut SBY mengatakan pemerintah harus menyiapkan mental terhadap potensi merosotnya perdagangan Indonesia, terutama untuk tujuan ekspor ke AS.
“Bisa dibayangkan implikasi pelambatan tersebut terhadap perdagangan negara manapun dengan AS,” kata SBY, dalam pembukaan rapat terbatas di Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.
Bukan hanya AS, SBY juga melihat pelambatan terjadi di perekonomian negara Filipina dan Republik Rakyat Cina (RRC). Terkait hal tersebut, SBY bilang mau tidak mau seluruh negara di dunia harus menyesuaikan.
“Kita harus berusaha sekuat tenaga untuk menjaga perekonomian tetap tumbuh di level 5%-6%,” lanjutnya.
Salah satu langkah yang akan dimaksimalkan pemerintah adalah dengan merevisi anggaran mereka melalui mekanisme pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2014.
Namun demikian, yang menjadi faktor penunjang pertumbuhan ekonomi tak hanya dari sisi anggaran, melainkan juga di sisi investasi, belanja, ekspor dan impor.
Saat ini pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memang tengah membahas RAPBNP tahun 2014. Dalam APBNP tersebut pemerintah merevisi target penerimaan pajak mereka, dan memangkas belanja di sejumlah Kementerian/Lembaga (K/L) hingga Rp 100 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News