Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah diciduk pada awal Agustus lalu, Bos United Nation Swissindo Trust Internasional Orbit (UN Swissindo) alias Sino ditetapkan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menjadi tersangka pemalsuan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Daniel Silitonga bilang, SBI palsu yang diterbitkan oleh Sino ini jadi bekal melancarkan modusnya agar masyarakat hendak bergabung ke Sekte. Sebab Sino menawarkan akan melunasi utang-utang anggotanya. SBI tadi jadi jaminannya
"Jadi modusnya dia itu datang ke masyarakat menawarkan agar bisa melunasi utang-utang, kemudian masyarakat itu diberikan surat lunas. Nah SBI itu ditunjukkan sebagai ketersediaan dana pelunasan," kata Daniel, dalam jumpa pers di Ditipideksus, Jakarta Kamis (16/8).
Dari hasil penyidikan, Swissindo memang mengklaim memegang SBI dengan nomor seri 101.102.537 senilai Rp 4.500 triliun. Dalam kesempatan yang sama, Panji Ahmad, dari Departemen Hukum Bank Indonesia memastikan bahwa SBI yang diklaim Sino adalah palsu.
"Dari nomor seri, bentuk fisik, kami pastikan Bank Indonesia tidak pernah merilis SBI yang diklaim tersebut," katanya.
Panji menambahkan, sejak 2002 Bank Indonesia tak lagi menerbitkan SBI secara fisik alias scripless. Hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia 4/10/PBI/2002 tentang SBI.
Sementara Daniel melanjutkan, Sino sempat mengaku dirinya membuat SBI tersebut sendiri. Meski dalam penyusunan Berita Acara Perkara, Sino bergeming.
Sementara terkait kerugian atas tindak tanduk Sino, dan UN Swissindo, Daniel bilang bahwa sejatinya sektor perbankan yang paling dirugikan. Sebab, yang telah diberikan surat pelunasan utang kemudian tak membayar sisa utang kepada bank. Daniel mencatat setidaknya ada enam bank yang dirugikan atas hal ini: Danamon; BCA; Mandiri; CIMB Niaga; BNI; BRI.
"Dari penyidikan kami belum menemukan bukti bahwa masyarakat yang dilunasi utangnya oleh UN Swissindo harus menyetor sejumlah uang. Makanya sebenarnya yang paling dirugikan dari tindakan mereka adalah perbankan, kredit mereka jadi macet," jelas Daniel.
Perkara UN Swissindo booming sejak 2016. Ketika di beberapa daerah banyak masyarakat mendatangi enam bank tadi guna meminta kejelasan atas utang yang telah dijamin UN Swissindo. Namun, lantaran memang tak ada pembayaran cicilan, keenam bank tadi menolak klaim pelunasan utang.
Kemudian, pada Agustus 2017 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah melabeli kegiatan UN Swissindo ilegal. Oleh karenanya perlu dihentikan.
"Dari hasil investigasi Satgas Waspada Investasi, UN Swissindo telah dinyatakan. Kemudian kita minta benar bank yang kena waktu itu agar melaporkan ke Bareskrim," kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Tobing dalam kesempatan sama.
Selain program pembebasan utang, UN Swissindo juga diketahui punya program Tunjangan Hidup. Melalui program ini, pengikutnya bisa dapat jaminan hidup per bulan senilai US$ 1.200 atau setara Rp 15,6 juta per bulan selama hidupnya.
Mencairkan dana tersebut, para pengikut kemudian mendapatkan voucher untuk ditukarkan ke Bank Mandiri. Sekaligus untuk dibuatkan rekening dan mendapatkan Kartu ATM Mandiri. Tentu saja hal ini ditolak Mandiri.
"Bank Mandiri menolak registrasi, membuat rekning dan memberikan ATM. Serta menyatakan tak ada hubungan apapun dengan UN Swissindo," lanjut Daniel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News