kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Saatnya Pilah-Pilih Investasi China yang Berkualitas


Kamis, 15 Juni 2023 / 17:38 WIB
Saatnya Pilah-Pilih Investasi China yang Berkualitas
ILUSTRASI. China terlihat semakin rajin berinvestasi di Indonesia. KONTAN/Baihaki/


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Negeri Tirai Bambu alias China terlihat semakin rajin berinvestasi di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), China menjadi negara yang memberikan investasi terbesar bagi Indonesia pada periode Oktober-Desember 2022.

Tercatat, nilai investasi dari China tersebut mencapai US$ 3,0 miliar. Dengan begitu, China berhasil menggeser posisi Singapura yang selama ini selalu menjadi investor asing terbesar di Indonesia.

Selain itu, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang menuai berbagai polemik juga menjadi salah satu perpanjangan investasi China melalui proyek Belt dan Road Initiative.

Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) melihat, proyek KCJB bukan satu-satunya proyek yang memiliki tata kelola yang kurang baik. Hal ini lantaran China juga mempunyai sejumlah investasi pengolahan nikel di Tanah Air dan beberapa perusahaan China yang terlibat masih belum mengutamakan tata kelola sebagai urgensi yang penting untuk keberlanjutan perusahaan.

Baca Juga: Indonesia Perlu Waspadai Cengkeraman Utang China

Misalnya saja berbagai permasalahan yang muncul sebagai akibat dari investasi perusahaan China GEM dan CATL di Pulau Obi yang bekerjasama dengan Harita Group. 

Mengutip dari Policy Paper Celios, perusahaan yang bergerak di bidang industri nikel ini telah dilaporkan merusak lingkungan, serta merugikan dan menyengsarakan warga di sekitar tambang.

Oleh karena itu, Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Yeta Purnama menyarankan pemerintah untuk melihat terlebih dahulu latar belakang investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Misalnya dengan melihat aspek Enviromental, Social, and Government (ESG).

Menurutnya, ESG merupakan aspek penting untuk mendorong agar perusahaan memiliki tata kelola yang baik dan berkelanjutan. Pemenuhan ESG ini juga sangat erat kaitannya dengan kerjasama yang kian erat antara pemerintah Indonesia dan China.

Mengingat status China menjadi investor terbesar di Indonesia, maka diperlukan perbaikan implementasi dan supervisi yang ketat kepada perusahaan-perusahaan China yang terlibat dalam berbagai proyek Belt and Road Initiative yang semakin masif di Indonesia.

Yeta bilang, perusahan-perusahaan China tersebut perlu untuk terus dipantau dan didorong supaya memiliki laporan kinerja ESG yang kemudian diaudit ke disclosure rating agency yang valid seperti Refinitiv, S&P Global dan lainnya.

"Jika sudah ada skor disclosure yang cukup tinggi dari suatu perusahaan, itu menandakan perusahaan tersebut cukup baik dan keberlanjutan. Dan kemungkinan perusahaan tersebut dapat diyakinkan memiliki investasi yang baik dan berkualitas," ujar Yeta di Jakarta, Kamis (15/6).

Menurutnya, pendanaan dari China yang masuk ke Indonesia tersebut pada umumnya berasal dari perusahaan-perusahaan yang ternyata belum diaudit ke ESG internasional, seperti Refinitiv dan S&P global.

Baca Juga: Butuh Deal Investasi

"Jadi ini mungkin PR untuk Indonesia melihat investor yang akan berinvestasi ke Indonesia, apakah dia sudah memiliki track and record yang baik disektor ESG atau belum," katanya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistra menilai, yang menjadi tolak ukur investasi tersebut berkualitas dapat dilihat dari biaya logistik. Pasalnya, biaya logistik Indonesia saat ini mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN.

"Salah satu yang kita lihat adalah dari biaya logistik, dari investasi yang diciptakan karena infrastruktur fokusnya salah satunya. Kalau di infrastruktur itu biaya logistiknya turun atau enggak? Overall, biaya logistik tetap tinggi," terang Bhima.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Kamrussamad menyampaikan, investasi China yang masuk ke Indonesia tidak ada satu pun yang berkaitan dengan fundamental perekonomian Indonesia, yakni sektor pertanian, perikanan dan perkebunan.

Pasalnya, lima sektor prioritas investasi China di Indonesia adalah sektor logam; transportasi dan telekomunikasi, listrik, gas dan air; kawasan industri dan properti; serta kimia dan farmasi.

"Tidak ada satu sektor pun yang berkaitan dengan fundamental ekonomi kita," kata Kamrussamad.

Menurutnya, alasan China tidak mau berinvestasi ke sektor fundamental perekonomian Indonesia lantaran tidak ingin kehilangan market tetap mereka.

"Karena dia kalau investasi di pertanian dan itu kemudian kuat, maka pasar domestik akan terpenuhi dari produksi dalam negeri, maka mereka kehilangan market," tuturnya.

"Berbeda sekali dengan Jepang, Jepang melihat investasi itu dari segi ekonomi," tambah Kamrussamad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×