kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.080   96,25   1,38%
  • KOMPAS100 1.059   19,08   1,83%
  • LQ45 833   16,07   1,97%
  • ISSI 214   1,68   0,79%
  • IDX30 425   9,10   2,19%
  • IDXHIDIV20 511   9,34   1,86%
  • IDX80 121   2,21   1,86%
  • IDXV30 125   1,01   0,82%
  • IDXQ30 142   2,63   1,89%

Bingung WAPU, aturan pajak e-commerce masih buntu


Kamis, 07 Desember 2017 / 17:58 WIB
Bingung WAPU, aturan pajak e-commerce masih buntu


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih menyusun aturan pajak untuk bisnis jual beli online (e-commerce) berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Namun, pembahasan dari aturan tersebut masih terhambat soal pihak mana yang akan dijadikan Wajib Pungut (WAPU) PPN.

Opsinya ada beberapa, yakni Bank Indonesia (BI) atau marketplace-nya. Pernah juga terpikir oleh pemerintah bahwa WAPUnya adalah jasa kurir yang mengantarkan barang ke konsumen.

Direktur Peraturan Perpajakan I Arif Yanuar mengatakan, pihaknya masih memikirkan siapa yang jadi perpanjangan tangan Ditjen Pajak untuk meng-collect PPN dari transaksi jual beli online tersebut. Padahal, Ditjen Pajak bisa mendapatkan data dari transaksi jual beli dari Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) milik BI.

“Sebetulnya yang mau kami tunjuk (sebagai WAPU) adalah yang meng-capture data terbanyak dari transaksi antara merchant, arus barang dan arus uang. Sebetulnya ini bisa dengan NPG,” kata Arif di Gedung DPR RI, Rabu (11/7).

Namun demikian, menurut Arif, ada beberapa yang menjadi kendala. Pertama, BI tidak memiliki kapasitas untuk memisahkan transaksi mana yang merupakan transaksi jual beli online dan mana yang bukan.

Ditambah lagi, BI memang belum berminat untuk menjadi WAPU. “Kami mengerti juga, karena bisa saja itu transaksi lain yang bukan jual beli. Misalnya bayar utang atau arisan,” kata dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Program Transformasi BI Onny Widjanarko mengatakan, yang harus menjadi WAPU bukan BI, “WAPUnya bukan kami (BI). Tetap si penjual,” ujarnya kepada KONTAN, Senin lalu.

Kedua, dengan GPN juga belum bisa dibedakan mana yang merupakan WP yang harus dipungut PPNnya dan mana yang bukan. Sebab, ada skalanya agar PPN bisa dipungut.

“Dan mampu tidak (dengan data dari GPN) dipisahkan mana yang Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non-PKP? Atau semuanya mau dikenakan dulu?” kata dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum ingin berkomentar terkait mana pihak yang akan bertindak menjadi WAPU. “Nanti saja ya. Tidak ngomong dulu. Nanti kalau kebanyakan tetapi belum jelas malah jadi bingung,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×