kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

RUU Kesehatan, IDI: Rekomendasi Organisasi Profesi untuk SIP Masih Diperlukan


Senin, 07 November 2022 / 18:30 WIB
RUU Kesehatan, IDI: Rekomendasi Organisasi Profesi untuk SIP Masih Diperlukan
ILUSTRASI. Dalam draf RUU Kesehatan, surat izin praktik (SIP) tidak lagi melalui rekomendasi organisasi profesi medis


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan atau Omnibuslaw Kesehatan masih berjalan.

Salah satu isu yang dibahas yaitu terkait dengan Surat Izin Praktik (SIP). Dalam draf RUU Kesehatan, SIP tidak lagi melalui rekomendasi organisasi profesi medis atau yang sebelumnya diamanahkan pada Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum IDI, Slamet Budiarto tidak sepakat dengan penghapusan rekomendasi organisasi profesi medis untuk mendapatkan SIP. Menurutnya, rekomendasi profesi masih diperlukan untuk memverifikasi seorang dokter baik atau tidak dalam melayani masyarakat.

"Jika tidak siapa yang bisa menjamin misalnya ada dokter yang mau buka praktik apa bukti dia kompeten dan memiliki etik yang baik," terang Slamet pada Kontan.co.id, Senin (7/11).

Baca Juga: IDI Tolak Usulan Baleg Tentang RUU Kesehatan Omnibus Law Masuk Prolegnas 2023

Slamet menilai, saat ini pemerintah tidak memiliki sumberdaya manusia yang bisa melakukan screning dokter untuk membuka praktik.

Ia menyebutkan, IDI bukan hanya memberikan rekomendasi izin praktik kepada dokter, melainkan juga memberikan pembinaan etik pada Dokter.

"Kalau semuanya wewenangnya dilimpahkan kepada pemerintah tidak bisa berjalan optimal karena kuwalahan," tambahnya.

Slamet mengatakan, jika permasalahan dalam pengajuan rekomendasi SIP memakan waktu yang lama, lebih baik pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri yang mengatur terkait penentuan waktu penerbitan rekomendasi SIP.

"Bukan malah meniadakan," jelas Slamet.

Selain itu, Slamet menegaskan, IDI menolak RUU Kesehatan menggunakan metode Omnibuslaw, karena dianggap tidak ada urgensi terkait hal ini. Menurutnya, yang lebih penting saat ini adalah pembahasan terkait pembiayaan kesehatan, terlebih katanya Indonesia belum menerapkan standar pembiayaan yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 15% dari APBN.

Baca Juga: IDGI: Produksi dan Distribusi Dokter harus diatur dalam RUU Kesehatan Omnibus law

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×