kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   15.000   0,94%
  • USD/IDR 16.289   51,00   0,31%
  • IDX 7.251   69,10   0,96%
  • KOMPAS100 1.071   12,94   1,22%
  • LQ45 846   11,30   1,35%
  • ISSI 216   2,54   1,19%
  • IDX30 435   4,96   1,15%
  • IDXHIDIV20 520   6,80   1,33%
  • IDX80 122   1,54   1,27%
  • IDXV30 124   0,31   0,25%
  • IDXQ30 143   1,84   1,30%

Rupiah Masih Melemah, Sektor Privat dan Keuangan Negara Kena Imbasnya


Rabu, 22 Januari 2025 / 12:21 WIB
Rupiah Masih Melemah, Sektor Privat dan Keuangan Negara Kena Imbasnya
ILUSTRASI. Nilai tukar rupiah yang masih berada di atas level Rp 16.000 per dolar AS memberikan pengaruh pada sektor privat dan keuangan negara


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kondisi nilai tukar rupiah masih bertengger di atas level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi tersebut  bisa berimbas pada sektor privat dan keuangan negara.

Rabu (22/1), rupiah spot dibuka di level Rp 16.309 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini membuat rupiah menguat 0,21% dibanding penutupan hari sebelumnya yang berada di level Rp 16.343 per dolar AS.

Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan, pelemahan nilai tukar ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, faktor ekonomi global dan internal, faktor ekonomi domestik.

Faktor eksternal, terutama karena pergantian kepemimpinan Presiden Donald Trump yang akan fokus dengan penguatan ekonomi domestik Amerika. Termasuk kemungkinan pengurangan pajak perusahaan Amerika Serikat (AS), peningkatan investasi domestik dan juga potensi kenaikan tarif barang impor ke AS.

Hal ini bisa mempengaruhi neraca dagang Indonesia-Amerika yang pada tahun 2024 Indonesia mengalami surplus lebih dari US$ 11 miliar.

Baca Juga: Rupiah Spot Terus Menguat ke Rp 16.324 Per Dolar AS Pada Tengah Hari Ini (22/1)

Faktor internal atau faktor ekonomi domestik juga memberikan dampak terhadap pelemahan nilai rupiah. Pertama, program jangka panjang transformasi ekonomi yang mendorong hilirisasi, jangka pendek akan memberikan kontraksi ekspor bahan baku mentah.

Kedua, faktor keuangan negara di mana tahun 2025 jatuh tempo utang mencapai lebih dari Rp 800 triliun rupiah. Hal ini, kata Ajib akan memberikan tekanan terhadap kebijakan fiskal yang akan kembali defisit.

“Pelemahan nilai tukar rupiah ini akan memberikan imbas terhadap sektor privat maupun terhadap keuangan negara,” tutur Ajib dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/1).

Di sektor privat, melemahnya nilai tukar rupiah dinilai akan berpengaruh terhadap barang-barang dan bahan baku impor. Potensi kenaikan harga ini akan memberikan dampak mengeskalasi inflasi dan pengurangan daya beli masyarakat.

Sedangkan keuangan negara dinilai akan mengalami tekanan, karena sebagian utang dalam bentuk mata uang asing. Sehingga akan diperlukan penyesuaian atau koreksi atas utang dan bunga yang jatuh tempo.

Ajib menilai, pemerintah perlu segera melakukan bauran kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan ekonomi untuk mendorong penguatan nilai tukar.

Untuk kebijakan fiskal, idealnya pemerintah perlu menekan defisit, terutama dengan efisiensi belanja dan prioritas program yang memberikan daya ungkit ekonomi.

“Tetapi, memang, ruang fiskal pemerintah begitu terbatas dan sempit, akibat scaring effect pandemi. Pemerintah harus menerapkan filosofi spending better, bukan better spending. Sehingga belanja fiskal menjadi lebih berkualitas,” ungkapnya.

Sedangkan sisi kebijakan moneter, Ajib menilai memang Bank Indonesia (BI) mengalami kondisi yang dilematis.

Baca Juga: Dukung Program Pemerintah, BI Bakal Borong SBN Lebih Banyak Tahun Ini

Untuk penguatan nilai tukar, secara teoritik, menurutnya BI seharusnya meningkatkan suku bunga acuan, agar terjadi capital inflow dan banyak uang asing masuk ke perekonomian Indonesia.

Tetapi, BI lebih memilih mengeluarkan kebijakan moneter dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan. Menurut analisanya, BI justru memperlihatkan lebih memilih untuk fokus dengan penguatan ekonomi dalam negeri dan menjaga daya beli masyarakat.

“Karena penurunan tingkat suku bunga acuan ini akan mengurangi cost of fund pendanaan dalam negeri dan juga mendorong konsumsi lebih bergairah,” tambahnya.

Ketiga,  pemerintah dinilai harus fokus dengan kebijakan ekonomi pro dengan penguatan nilai tukar rupiah. Menurut Ajib, kerja sama bilateral harus lebih diperkuat dan mengoptimalkan transaksi dengan mata uang lokal.

Kemudian, kerja sama dengan negara-negara yang tergabung di BRICS menjadi peluang, selain akses perluasan pasar, juga untuk mendatangkan investasi.

Adapun pemerintah mempunyai target yang ambisius dengan mendatangkan investasi tidak kurang dari Rp 13.000 triliun dalam waktu 5 tahun ke depan.

“Hal ini harus diiringi dengan kerja sama-kerja sama yang terbangun dengan negara-negara lain yang mempunyai visi ekonomi yang sama.

Kebijakan yang selanjutnya, dan masih menuai pro kontra adalah penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang berlaku mulai 1 Maret 2025, masa retensinya menjadi 1 tahun.

Menurut Ajib, agar tidak mengalami kontraksi ekonomi dan kontraproduktif terhadap investasi, pemerintah harus mengimbangi dengan insentif yang tepat dan mengakomodir masukan dari seluruh stakeholder.

“Jika pemerintah bisa fokus bauran kebijakan-kebijakan yang pro dengan ekonomi dalam negeri, dan membuat kebijakan jalan tengah yang tepat sasaran, sangat mungkin rupiah akan mengalami penguatan, dalam jangka menengah sampai akhir tahun 2025,” tandasnya.

Selanjutnya: Brawijaya Hospital Depok Luncurkan Klinik Nyeri & Trauma Center

Menarik Dibaca: 15 Rekomendasi Daun yang Dapat Mengontrol Gula Darah Penderita Diabetes

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×