Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan BI-Rate di level 6,25% pada rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar 16-17 Juli 2024.
Melansir dari Seri Analisis Makroekonomi RDG Juli 2024 oleh LPEM FEB UI, BI dinilai perlu tetap waspada dalam merumuskan bauran kebijakannya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan tingkat harga domestik.
Di samping itu, untuk saat ini, inflasi cenderung bukanlah isu yang mendesak dan perbedaan tingkat suku bunga masih cenderung atraktif untuk menarik modal masuk dan menjaga stabilitas rupiah.
“Dengan kondisi ini, Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga kebijakannya di level 6,25% bulan ini,” tulis laporan tersebut, Selasa (16/7).
Untuk diketahui, saat ini kondisi inflasi domestik masih berada dalam sasaran BI yakni di level 2,51% year on year (YoY) pada Juni 2024, , melambat dari Mei 2024 sebesar 2,84% YoY.
Melambatnya inflasi umum disebabkan oleh turunnya harga pangan setelah musim panen dan rendahnya permintaan setelah perayaan Idul Fitri yang berakhir pada bulan April 2024.
Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Menguat Terbatas, Menanti Data Penjualan Ritel AS dan RDG BI
Dari sisi eksternal, The Fed saat ini mengambil sikap yang lebih dovish, karena arus modal telah masuk ke pasar negara berkembang dan nilai tukar rupiah telah terapresiasi secara signifikan selama beberapa minggu terakhir, saat ini berada di kisaran Rp 16.110 dolar AS, menandai kenaikan 2,23% selama sebulan terakhir.
Selain itu, cadangan devisa Indonesia meningkat sekitar US$ 1,2 miliar, dari US$ 138,97 miliar di bulan Mei menjadi US$ 140,18 miliar di bulan Juni 2024.
Lebih lanjut, seiring dengan kondisi The Fed saat ini yang cenderung menunjukkan sinyal dovish pasca rilis data inflasi di 11 Juli lalu, arus modal mulai beralih ke pasar berkembang sejak saat ini.
Total arus modal portofolio ke pasar keuangan Indonesia meningkat hingga US$ 1,06 miliar dalam tiga minggu terakhir, dan mencatatkan akumulasi arus modal tertingginya sejak pertengahan April. Dari US$ 1,06 miliar tersebut, US$ 0,74 miliar masuk ke pasar saham dan US$ 0,32 miliar sisanya masuk ke instrumen obligasi.
“Namun, arus modal ke instrumen obligasi lebih didominasi ke surat utang jangka panjang Pemerintah Indonesia, ditunjukkan dengan imbal hasil tenor 10 Tahun Surat Utang Pemerintah yang turun dari 7,8% di 19 Juni lalu ke 7,02% di 12 Juli,” tulis laporan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News