Reporter: Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika, Muhammad Yazid | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut terjadi deflasi Oktober sebesar 0,08% menerbitan harapan: Bank Indonesia (BI) akan memangkas suku bunga acuan atau BI rate yang setahun lebih bertengger 7,5% dalam rapat dewan gubernur 17 November ini.
Apalagi, tercatat terjadi penurunan harga atau deflasi secara berturut-turut mulai bulan September dan bulan Oktober lalu. Salah satu harapan yang mencuat datang dari Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution.
Menurut mantan gubernur BI ini, ruang penurunan BI rate saat ini terbuka lebar. Dengan deflasi Oktober sebesar 0,08% (mtm) , selisih BI rate dengan inflasi kian besar. "Umumnya, selisih antara BI rate dengan inflasi tahunan paling tidak hanya 1%," tandas mantan gubernur bank sentral itu, Senin (2/11).
Dengan inflasi tahunan per Oktober 6,25% dan BI rate 7,5%, selisih inflasi dan bunga acuan sudah sebesar 1,25%. (lihat tabel: Inflasi Umum dan BI Rate) Ini bisa menjadi momentum BI untuk memangkas bunga acuannya.
Pemangkasan bunga acuan penting karena bisa memacu efek gulir berupa penurunan bunga kredit bank. Bunga kredit yang melandai akan mendorong perusahaan untuk merealisasikan rencana ekspansi bisnisnya. Debitur ritel juga bisa terdorong untuk mengambil kredit, baik kredit modal kerja ataupun kredit konsumsi.
Gairah kredit ini diharapkan bisa mengungkit ekonomi yang tengah lesu darah. Tapi jika BI tak menurunkan dalam waktu dekat, kata Darmin, selisih inflasi dengan BI rate akan membesar di akhir tahun.
Sebab, proyeksi Darmin, inflasi tahunan akan rendah, hanya sekitar 3,6%. Darmin paham, tak kunjung adanya keputusan penurunan BI rate Oktober lalu akibat belum stabilnya nilai tukar rupiah.
Apalagi, kala itu, sinyal bank sentral Amerika Serikat juga masih belum jelas untuk menaikkan bunga acuannya di Oktober atau Desember. Alhasil, "BI takut rupiah goyang," kata dia.
Meski tak melihat ada potensi inflasi di dua bulan terakhir tahun ini, Kepala BPS Suryamin mengingatkan, agar BI dan pemerintah tetap mewaspadai inflasi inti yang masih bertengger 5%.
Ekonom Bank Centra Asia (BCA) David Sumual melihat, ruang BI menurunkan bunga kian lebar karena adanya perbaikan ekonomi domestik. Ini tercermin dari proyeksi inflasi yang rendah sampai akhir tahun. David memperkirakan inflasi 2015 sekitar 3%-3,5%.
Tak hanya itu, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) jga diproyeksi membaik. Perbaikan CAD akan berefek pada kenaikan cadangan devisa yang per September di posisi US$ 101,7 miliar.
Lagi pula, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS selama tiga pekan ini juga menunjukkan ototnya. Namun, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Juda Agung minta masyarakat bersabar, menanti putusan BI rapat dewan gubernur BI pertengahan bulan ini (17/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News