kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,55   3,92   0.42%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RPP persaingan usaha, denda pelanggar persaingan usaha maksimal 50% dari keuntungan


Minggu, 14 Februari 2021 / 10:17 WIB
RPP persaingan usaha, denda pelanggar persaingan usaha maksimal 50% dari keuntungan


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengundangkan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu aturan turunan adalah RPP tentang pelaksanaan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Seperti diketahui, substansi RPP tersebut diantaranya terkait pengenaan denda bagi pelaku usaha yang melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Serta pengaturan upaya keberatan atas putusan KPPU oleh pengadilan niaga.

Pasal 12 RPP tersebut menyebut ketentuan diatur dikenakan paling banyak 50% (lima puluh persen) dari keuntungan bersih yang diperoleh Pelaku Usaha pada Pasar Bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang; atau paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari total penjualan pada Pasar Bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang.

Baca Juga: Simak alasan KPPU denda Dharma Satya (DSNG) Rp 1,1 miliar

Kemudian, Pasal 19 menyebutkan bahwa Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga sesuai domisili Pelaku Usaha selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan KPPU.

Pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dilakukan baik menyangkut aspek formil maupun materiil atas fakta yang menjadi dasar putusan KPPU. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dilakukan dalam jangka waktu paling cepat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.

Komisioner KPPU Afif Hasbullah mengatakan, mengacu pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tidak dikenal batas maksimal pengenaan denda. Namun, dalam hal ini KPPU harus sangat arif dan bijaksana dalam menjatuhkan sanksi.

Prinsip KPPU, sanksi merupakan sarana pembinaan dan penjara saja, tidak untuk mematikan dan sanksi harus dijatuhkan dengan penghitungan yang matang berdasarkan data-data dan termuat penjelasan mengenai penjatuhan sanksi tersebut dalam Putusan KPPU.

Baca Juga: Ini penyebab PTPP kena denda Rp 1 miliar dari KPPU

"Pertanyaannya, efektifkah untuk pengaturan dalam huruf a (RPP tentang pelaksanaan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat) yaitu paling banyak sebesar 50% dari keuntungan bersih, bagaimana KPPU akan mengambil keuntungan pelaku usaha yang melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?," kata Afif kepada Kontan, Kamis (11/2).

Afif menyebut, dalam praktiknya KPPU selalu menggunakan pengaturan huruf b (RPP tentang pelaksanaan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat) yaitu paling banyak 10 persen dari total penjualan. Padahal asas hukumnya sanksi harus yang lebih meringankan.

"Apakah ke depan terkait penerapan sanksi ini tidak akan menjadi materi keberatan di Pengadilan Niaga?," ucap dia.

Afif menilai, penerapan terhadap alternatif sanksi tersebut cenderung mengakibatkan judicial inefficiency. Sebab, KPPU harus menghitung kedua metode tersebut, karena ada asas hukum yang menyatakan dalam hal terdapat 2 pengaturan untuk hal yang sama, maka harus diberikan yang paling ringan.

Baca Juga: Kasus persekongkolan tender RS di Aceh, KPPU denda Mina Fajar Abadi Rp 1,72 miliar

"Sehingga sebelum KPPU menentukan mempergunakan a atau b, maka harus dihitung keduanya terlebih dahulu," tutur Afif.

Selain itu, Afif menilai pengaturan jangka waktu paling cepat 3 (tiga) bulan memberikan Batasan kepada Hakim Pengadilan Niaga apabila akan memutus perkara lebih cepat. Namun, Ia mempertanyakan judicial efficiency yang dikaitkan dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan dan asas justice delayed justice denied.

"KPPU menghormati rumusan hukum acara persaingan usaha yang akan diterbitkan, termasuk menghormati kewenangan Mahkamah Agung untuk mengatur bagaimana sebaiknya pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga, maupun Kasasi di Mahkamah Agung nantinya," ujar Afif.

Selanjutnya: Telat lapor notifikasi akuisisi, KPPU denda PTPP Rp 1 miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×