Reporter: Agus Triyono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah hampir menyelesaikan rancangan peraturan pemerintah (RPP) pelaksana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Bila tak ada aral melintang, akhir bulan ini regulasi BPJS Ketenagakerjaan akan rampung dan siap diajukan ke presiden.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ruslan Irianto Simbolon menuturkan, ada dua peraturan pemerintah (PP) yang akan dikeluarkan. Pertama, RPP Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Hari Tua. Kedua, RPP terkait Program Jaminan Pensiun. "Direncanakan 31 Januari 2015 ini sudah selesai semua untuk diajukan ke presiden," jelasnya, Kamis (22/1).
Soal besaran iuran, kata Ruslan, kini masih ada beberapa pilihan (opsi). Tapi, "Opsi yang mendekati itu yang paling memadai untuk saat ini dan saat yang akan datang, iuran jaminan pensiun 8% dengan kontribusi dua pihak. Pihak pemberi kerja 5% dan pekerja 3%," katanya.
Catatan saja, Undang-Undang Nomor 24/2011 tentang BPJS mengamanatkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan harus beroperasi paling lambat 1 Juli 2015. Pembahasan regulasi terkait dengan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan ini memang cukup alot, terutama terkait besaran iuran yang harus ditanggung
Tunggu harmonisasi
Sebelumnya, Direktur Jaminan Sosial Direktorat Jenderal Pembinaan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Wahyu Widodo bilang, saat ini dua RPP terkait BPJS Ketenagakerjaan masih diharmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Menurutnya, salah satu hal yang mengganjal pembahasan RPP ini adalah adanya kesepakatan pada pasal 65 UU No 24/2011 yang mengatur tentang peserta jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa dipercepat pengumpulan datanya. Dengan begitu, Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan bisa langsung diimplementasikan.
Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta menyatakan, pengusaha siap melaksanakan program BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, BPJS Ketenagakerjaan merupakan amanat undang-undang.
Hanya saja, kata Sarman, sebenarnya masih ada ganjalan yang memberatkan pengusaha dalam melaksanakan BPJS Ketenagakerjaan. Yakni terkait dengan iuran dana pensiun yang harus ditanggung oleh pengusaha. "Pensiun ini menurut pandangan kami harusnya dipotong langsung dari gaji pekerja, tanpa melibatkan lagi pengusaha," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News