kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Risiko dan biaya besar, rencana redenominasi rupiah perlu persiapan matang


Rabu, 08 Juli 2020 / 19:12 WIB
Risiko dan biaya besar, rencana redenominasi rupiah perlu persiapan matang
ILUSTRASI. Berdasarkan riset, redenominasi mata uang dapat menurunkan inflasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana melakukan penyederhanaan nilai rupiah atau redenominasi. Rencana ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi) ini bahkan ditetapkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2020-2024.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama mengatakan, sebenarnya rencana redominasi rupiah ini sudah terdengar sejak beberapa tahun belakangan.

"Apabila sudah ada di rencana strategis, maka memang perlu ditindaklanjuti tapi pemerintah perlu hati-hati dan jangan terburu-buru. Dicek lagi urgensinya, dan lakukan kajian studi secara mendalam. Mungkin tidak dalam waktu dekat ya," ujar Riza kepada Kontan.co.id, Rabu (8/7).

Baca Juga: Redenominasi rupiah, manfaat dan risiko yang perlu diantisipasi pemerintah

Menurut Riza, berdasarkan beberapa riset yang ada sebenarnya redenominasi mata uang dapat menurunkan inflasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Namun, dalam suatu kajian empiris disebutkan ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi. Diantaranya nilai inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang stabil, jaminan stabilitas harga, dan sosialisasi kepada masyarakat.

Nah, lantaran redenominasi ini membutuhkan biaya dan risikonya yang tinggi, pemerintah perlu memikirkannya dengan matang.

Selain itu, dalam kajian empiris lainnya juga disebutkan bahwa kebijakan redenominasi ini akan efektif jika negara terkait memiliki stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan yang kuat.

"Kalau melihat data World Wide Government Index yang dikeluarkan World Bank pada tahun 2018 lalu, nilai untuk political stability Indonesia sebesar -0,53 dan untuk government effectiveness-nya sebesar 0,18. Artinya, menurut Bank Dunia masih masuk kategori lemah," kata Riza.

Riza mengimbau, pembahasan redenominasi ini sebaiknya dilakukan pemerintah pada saat pandemi ini berakhir. Dikarenakan biaya dan resikonya yang tinggi, maka akan lebih baik apabila belanja yang ada dialokasikan pada pemulihan ekonomi saja.

Di samping itu, pemerintah bisa terus memperbaiki syarat-syarat untuk melakukan kebijakan ini jika memang akan diterapkan. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi dan pemahaman pada masyarakat, serta melibatkan lingkungan pemerintahan terkecil.

Apalagi sosialisasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan di negara dengan penduduk 270 juta jiwa. Upaya ini membutuhkan banyak waktu, tenaga, dan biaya. Jadi, implementasinya perlu dilakukan secara matang, hati-hati, dan tidak terburu-buru.

"Syarat-syaratnya perlu dipenuhi dari mulai asumsi makro, hingga stabilitas politik dan efektivitas pemerintah. Saya rasa masih perlu banyak yang dibenahi. Kebijakan ini perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak salah persepsi di semua kalangan," kata Riza.

Baca Juga: Kemenkeu tegaskan pembahasan RUU Redenominasi rupiah tak dibahas tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×