kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ribuan desa belum penuhi standar pelayanan minimum


Senin, 16 Februari 2015 / 17:45 WIB
Ribuan desa belum penuhi standar pelayanan minimum
ILUSTRASI. Mengatur anggaran untuk hobi dengan menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran


Reporter: Nur Imam Mohammad | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data terkait tipologi wilayah pendapatan potensi desa (Podes). Selain menyampaikan perkembangan jumlah desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten seluruh Indonesia, BPS menyampaikan pula keberadaan infrastruktur penunjang bagi wilayah-wilayah tersebut. “Pendataan Podes ini dilakukan setiap tiga tahun sekali, untuk tahun 2014 dilakukan pada bulan April,” jelas Kepala BPS, Suryamin di Kantor BPS, Senin (16/2).

Suryamin memaparkan bahwa pada pendataan April 2014, terdapat 82.190 wilayah administrasi setingkat desa, 7.074 kecamatan dan 511 kabupaten/kota diseluruh Indonesia. Dibandingkan tiga tahun sebelumnya (2011), jumlah wilayah administrasi setingkat desa mencapai 78.609, 6.771 kecamatan, dan 497 kabupaten/kota. “Hal ini meningkat karena adanya pemekaran wilayah-wilayah di Indonesia,” terang Suryamin.

Data lainnya menunjukkan, masih banyak desa atau kecamatan yang masih belum memenuhi standar pelayanan minimum seperti tidak tersedianya infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan penerangan. Untuk infrastruktur pendidikan, masih ada 10.985 desa tidak memiliki Sekolah Dasar (SD) dan sebanyak 2.438 desa di dalamnya memiliki jarak tempuh ke SD terdekat lebih dari 3 kilometer (km). Sebanyak 275 kecamatan tidak memiliki SLTP dan sebanyak 184 kecamatan memiliki jarak tempuh ke SLTP terdekat lebih dari 6 km. Begitu pula dengan SLTA, di mana ada 816 kecamatan yang masih belum memilikinya. Suryamin menyatakan bahwa standar pelayanan minimum pendidikan minimal satu desa memiliki satu SD dan Kecamatan memiliki satu SLTP dan SLTA.

Infrastruktur lainnya adalah kesehatan dan pasar di wilayah kecamatan. Untuk puskesmas masih ada 117 kecamatan tidak memiliki puskesmas atau puskesmas pembantu (pustu) dan diantaranya tersebar di Provinsi Aceh, Banten, NTT, Sumatera Selatan, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Papua. Selain itu, sebanyak 1.495 kecamatan belum memiliki pasar dengan bangunan. Hal ini, menurut Suryamin, dapat mempengaruhi inflasi secara nasional. “Belum lagi akses ke pasarnya yang jauh,” jelasnya.

Infrastruktur terakhir adalah penerangan dan akses jalan. Sebanyak 12.659 desa/kelurahan tidak mendapatkan akses listrik PLN untuk rumah tangga dan sebanyak 31.387 desa/kelurahan tidak memiliki penerangan di jalan utama desa. Lebih dari 90% jalan utama desa di NTT dan Papua tidak memiliki penerangan di jalan utamanya. Untuk kondisi jalan, sebanyak 12.636 dari 80.337 desa/kelurahan memiliki kondisi jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat atau lebih sepanjang tahun.

Terkait dengan data yang dirilis BPS, Suryamin mengungkapkan, pemekaran wilayah yang seringkali dilakukan sebaiknya memperhatikan kondisi infrastrukturnya agar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di desa tersebut.

Pengamat dari LIPI, Siti Zuhro menjelaskan bahwa fenomena ini menunjukkan, Kementerian Desa,PDT dan Transmigrasi harus berkoordinasi dan bekerjasama dengan Kemendikbud, Kemenkes dan PLN untuk mengatasi masalah krusial di desa dan kecamatan. Terkait dengan dana desa, Siti Zuhro bilang bahwa pengawasan dan sosialisasi menjadi hal penting.

“Soal pengawasan ini penting, karena untuk menghindari kemungkinan adanya penyimpangan dan kesalahan pengelolaan. Jangan sampai aparat desa terjerat kasus hukum karena kurangnya pengawasan,” jelas Siti Zuhro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×