Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintahan baru nanti bak mendapat warisan bom waktu. Sebab, gara-gara pemerintah sekarang tidak tegas mengurai dan memangkas beban subsidi bahan bakar minyak (BBM), anggaran Negara tahun depan nyaris melompong terkuras subsidi. Alhasil, modal membangun negara bagi pemerintahan baru minim saja
Gambaran tersebut tampak pada Nota Keuangan yang dibacakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Isinya, tidak ada kebjakan penting untuk mengurangi defisit anggaran yang sudah terlalu besar menanggung anggaran subsidi energi.
Kemarin (15/8), di hadapan DPR, presiden menyampaikan postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 sebagai berikut: pendapatan Negara direncanakan Rp 1.762,29 triliun, naik 7,8% dari APBN Perubahan (APBN-P) 2014. Sedangkan belanja direncanakan Rp 2.019,86 triliun, naik 7,6% dari APBN-P 2014.
Alhasil, defisit anggaran dalam RAPBN 2015 menjadi Rp 257,57 triliun atau 2,32% dari produk domestik bruto (PDB).
Besarnya defisit anggaran dalam RAPBN 2015 dipicu kenaikan alokasi untuk subsidi energi. Maklum, selain membayar subsidi 2015, RAPBN 2015 juga harus membayar subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2014 sebesar Rp 44 triliun.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menuturkan, target defisit anggaran 2015 di atas 2% dari PDB tergolong tinggi. Padahal, kata David, tahun depan masih banyak risiko global yang harus dihadapi Indonesia.
Sejumlah risiko itu antara lain rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga sehingga ekonomi Indonesia berisiko menghadapi keluarnya arus modal. Sementara di domestik, kata David, pada 2015 pemerintahan baru juga harus menghadapi besarnya defisit transaksi berjalan atau current account deficit. "Ini yang membuat beban pemerintah baru semakin besar," kata David, Jumat (15/8).
Tingginya defisit neraca transaksi berjalan juga banyak disokong besarnya impor BBM. Salah satu solusi menekan defisit adalah menaikkan harga BBM bersubsidi.
Pilihan panas itulah yang harus dihadapi pemerintah baru. Padahal, pemerintah baru nanti baru membangun legitimasi dan dukungan rakyat. Celakanya, kenaikan harga BBM bisa menggerus kepercayaan rakyat tersebut.
Bisa berubah
Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan, asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan dipatok 5,6%, naik tipis dari target pertumbuhan tahun ini sebesar 5,5%. Alasannya, situasi global tahun depan belum sepenuhnya membaik.
Namun, semua plafon anggaran dan asumsi RAPBN 2015 yang disusun pemerintah SBY bisa berubah bila pemerintahan baru menghendaki. "Program baru akan dibuat pemerintahan baru,” tandas Chatib.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengusulkan, perubahan postur anggaran melalui APBN Perubahan di awal tahun 2015. Chairul menilai, kenaikan anggaran belanja di 2015 masih wajar, karena sembilan tahun terakhir, anggaran belanja naik sekitar 13% per tahun.
Memang, pemerintah baru berhak menyusun lagi postur anggarannya. Namun, tentu lebih elok jika pemerintah SBY ikut berbagi beban, tidak sekadar mewarisi beban berat tanggungan subsidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News