Reporter: Yohan Rubiyantoro | Editor: Test Test
JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk merevitalisasi 7 pabrik pupuk yang memiliki konsumsi gas di atas 30 mmbtu per ton. Untuk itu seluruh pabrik pupuk yang sudah tua akan diganti dengan pabrik berteknologi baru yang mengonsumsi gas 26 mmbtu per ton dengan biaya mencapai US$ 700 juta per pabrik.
“Rapat tadi memutuskan akan merevitalisasi 7 pabrik segera, sehingga kebutuhan pupuk akan terpenuhi oleh pabrik pupuk dalam negeri,” tutur Menneg BUMN Sofyan Djalil yang didampingi Menteri Pertanian Anton Apriantono usai rapat di Istana Wapres.
Pabrik- pabrik tersebut antara lain, PT Pusri, Pupuk Kaltim, Pupuk Kujang, Pupuk Iskandar Muda 1 dan 2. Lokasi pabrik baru akan disesuaikan dengan tempat yang paling sesuai dengan kebutuhan dan suplai gas yang ada. “Misalnya Pusri akan pindah ke hilir, ke Tanjung Api-api agar dekat lebih dekat dengan pelabuhan,” tambah Sofyan.
Menurut Sofyan dana sebesar US$ 700 juta akan kembali modal dalam waktu 10 tahun dari selisih penghematan gas. Asumsinya, pabrik yang memiliki konsumsi gas 34 mmbtu lantas diganti dengan pabrik baru yang mengonsumsi 26 mmbtu per ton, maka akan menghemat 8 mmbtu gas per ton. “Wapres juga minta pabrik baru ini ditambah kapasitas sekitar 60 persen,” katanya
Sofyan menyatakan pemerintah tidak akan memberikan surat jaminan untuk modal investasi pabrik baru ini. Sumber pendanaan dari revitalisasi ini akan diserahkan melalui kredit perbankan secara business to business, namun BP Migas akan menjamin ketersediaan gas. “Mekanisme pendanaannya melalui bank dalam negeri atau mencari sumber lain,” tambahnya.
Sementara itu menurut Mentan, hingga tahun 2015 kebutuhan pupuk diperkirakan akan mencapai 15 juta ton. Saat ini pemerintah telah melakukan evaluasi kebutuhan pupuk secara total. Kegiatan pertanian yang meningkat dengan pesat sudah menyebabkan kebutuhan pupuk untuk tanaman perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, dan kebutuhan pupuk untuk tambak ikut melonjak. “Kebutuhan pupuk lebih tinggi dari yang bisa disuplai, karena itu terkadang terjadi kekurangan,” katanya
Untuk tahun ini, dibutuhkan 9 juta ton pupuk urea namun pabrik hanya mampu memproduksi 6,7 juta ton, di mana 4,3 juta ton dari jumlah tersebut diperuntukkan untuk pupuk bersubsidi. Sementara kebutuhan pupuk SP 36 mencapai 4,6 juta ton, ZA sebesar 1,8 juta ton, dan kebutuhan NPK mencapai 4,2 juta ton.
Sayangnya, menurut Mentan di lapangan terdapat kecenderungan para petani menggunakan urea secara berlebih. “Para petani jangan hanya mengandalkan pupuk bersubsidi dan mau menggunakan pupuk non subsidi yang banyak tersedia di pasaran. Kami dorong mereka gunakan NPK dan organik. Kalau mereka mau gunakan seharusnya kekurangannya tidak besar,” katanya
Dalam rapat tersebut pemerintah juga memutuskan untuk melakukan distribusi pupuk secara tertutup. Jadi petani yang berhak memperoleh pupuk bersubsidi hanya pengecer langsung dan pengecer hanya diperbolehkan menjual pupuk kepada petani yang terdaftar dalam kelompok tani “Petani akan diberikan semacam kartu, jadi tidak dijual bebas. Hanya mereka yang sudah terdaftar dan sudah diverifikasi oleh Kades, Camat, dan Bupati. Diharapkan distribusi ini sudah bisa dilaksanakan Januari,” tambah Anton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News