kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Resesi Global Mengintai, Ekonom Sarankan Pemerintah Fokus Lindungi Kelas Menengah


Senin, 07 April 2025 / 17:23 WIB
Resesi Global Mengintai, Ekonom Sarankan Pemerintah Fokus Lindungi Kelas Menengah
ILUSTRASI. Langkah AS yang kembali menaikkan tarif terhadap berbagai negara berpotensi memicu gelombang resesi global.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Amerika Serikat (AS) yang kembali menaikkan tarif terhadap berbagai negara dinilai berisiko memicu gelombang resesi global. 

Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi, menyampaikan bahwa kebijakan tarif baru ini dapat menjadi pemicu perlambatan ekonomi dunia yang lebih dalam dan berlarut.

"Langkah AS yang kembali menaikkan tarif terhadap berbagai negara berpotensi memicu gelombang resesi global," ujar Syafruddin kepada Kontan.co.id, Senin (7/4).

Menurutnya, tarif baru tersebut dapat menciptakan hambatan perdagangan, memperlambat arus ekspor-impor, dan menaikkan harga barang di banyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Baca Juga: Kebijakan Tarif Trump Dikhawatirkan Berdampak Serius Terhadap Industri di Indonesia

Ia menambahkan, melemahnya permintaan global akan berdampak langsung pada sektor industri, ekspor, dan investasi.

"Situasi ini memperkuat ekspektasi bahwa dunia menuju perlambatan ekonomi atau bahkan kontraksi," katanya.

Menurutnya, tekanan ini datang pada saat yang kurang tepat. Sebelum gelombang tarif ini muncul, ekonomi Indonesia sudah menunjukkan tanda-tanda pelemahan. 

Hal ini terlihat dari konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat, investasi swasta belum sepenuhnya pulih, dan nilai tukar rupiah cenderung tertekan. 

Dalam kondisi ini, kebijakan proteksionis global seperti tarif AS dinilai sebagai pukulan tambahan yang dapat memperdalam kerentanan ekonomi nasional.

Syafruddin juga menyoroti pentingnya menjaga daya beli dan kestabilan kelas menengah di tengah tekanan ekonomi yang meningkat. 

“Kelas menengah bukan hanya kelompok ekonomi, mereka adalah penjaga stabilitas sosial, demokrasi, dan masa depan pembangunan,” katanya. 

Baca Juga: Kebijakan Tarif Trump akan Berdampak bagi Industri Mebel Tanah Air

Ia mengingatkan bahwa dalam sejarah banyak negara, keruntuhan kelas menengah sering menjadi awal dari krisis politik dan sosial yang dalam.

Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk tidak hanya fokus pada indikator ekonomi makro, tetapi juga memberikan perhatian serius terhadap perlindungan kelas menengah.

"Perlindungan terhadap kelas menengah bukan hanya soal keadilan sosial, tapi strategi ekonomi nasional yang bijak," pungkasnya.

Sementara itu, Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menyarankan agar pemerintah segera meningkatkan belanja dari tingkat pusat hingga daerah guna memperkuat permintaan domestik di tengah ketidakpastian global. 

Menurutnya, langkah ini penting untuk menciptakan permintaan terhadap lapangan kerja dan konsumsi masyarakat.

“Saya rasa saatnya pemerintah spending dari pusat sampai dengan daerah, karena stimulus dari pemerintah ini diperlukan,” ujar Banjaran. 

Ia juga menekankan pentingnya penguatan mekanisme bantuan sosial sebagai bagian dari strategi jangka pendek untuk mendorong daya beli.

Baca Juga: Negosiasi Jadi Kunci Indonesia Hadapi Tarif Resiprokal 32% dari AS

Banjaran juga menyoroti risiko yang muncul akibat perang dagang global, terutama dampaknya terhadap sektor industri dalam negeri.

Ia mengingatkan bahwa dampak dari konflik dagang tidak hanya bersifat langsung, tetapi juga tidak langsung melalui mitra dagang Indonesia.

"Ada risiko dumping barang-barang dari Vietnam, tidak hanya dari China, terutama pada sektor tekstil dan alas kaki. Bahkan industri autoparts yang berdaya tahan juga terpapar resiko penurunan penjualan," katanya.

Dalam sektor komoditas, Banjaran menilai perlunya strategi yang lebih terukur karena melemahnya permintaan global. 

Ia mendorong percepatan program hilirisasi, khususnya untuk komoditas batu bara dan kelapa sawit, guna meningkatkan nilai tambah dan ketahanan industri nasional.

“Hilirisasi batubara dan kelapa sawit perlu segera dilakukan,” tegasnya.

Selanjutnya: IHSG Bakal Bergerak Volatil Imbas Sentimen Global

Menarik Dibaca: Mengulik Manfaat Daun Kersen untuk Diabetes yang Jarang Diketahui

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×